Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: January 2016

2016/01/30

RIWAYAT SINGKAT TGH. MUHAMMAD RA'IS SEKARBELA



RIWAYAT SINGKAT TGH. MUHAMMAD RA’IS SEKARBELA
(1275 H/1855 M s.d. 1387 H/1967 M)
Dibacakan oleh : Zulkifli, S.Pd.I.,M.H.I
Pada Acara HAUL TGH. MUHAMMAD RA'IS Ke-49
Sabtu, 25 Juli 2015 / 9 Syawwal 1436 H

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، سيدنا محمد المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه والتابعين، وتابعيهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد.
Al-Mukarromun bapak-bapak para alim ulama dan para tuan guru. Yang kami muliakan bapak Walikota Mataram beserta segenap jajarannya. Yang kami hormati, bapak kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTB beserta segenap jajarannya. Yang kami hormati pula, Bapak-bapak para pejabat pemerintahan yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Bapak-bapak para pimpinan pondok pesantren yang kami muliakan. Serta Bapak-bapak para pemuka agama dan pemuka masyarakat yang kami hormati. Singkatnya hadirin tamu undangan rahimakumullah.
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan keharibaan Allah SWT yang tiada putus-putusnya memberikan nikmat kepada kita semua, terutama nikmat iman, islam, kesehatan, dan kesempatan, sehingga pada pagi hari yang cerah ini, kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini dalam rangka menghadiri peringatan Hari Wafatnya GURU KITA, SYAIKHU MASYAYIKHINA, AL-MAGHFUR LAH TGH. MUHAMMAD RA’IS SEKARBELA.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, kekasih kita, penolong dan pemimpin kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam bagi seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia hingga akhir zaman.
Hadirin rahimakumullah
Berikut ini adalah sekelumit riwayat hidup almarhum TGH. Muhammad Ra’is yang diharapkan tidak hanya sebagai informasi belaka melainkan juga sebagai I’tibar  dan perhatian kita semua.
Almarhum TGH. Muhammad Ra’is dilahirkan di Sekarbela tahun 1855 M, bertepatan dengan tahun 1275 H ( yakni 161 tahun yang lalu). Dan beliau meninggal dunia pada hari Senin, Tanggal 8 Januari 1967 bertepatan dengan tanggal 8 Syawwal 1387 H. dengan demikian maka usia beliau sewaktu meninggal dunia adalah lebih kurang 112 tahun. Ayah beliau bernama H. Muhammad Toha sedangkan Ibunya bernama Ruga’iyyah.
TGH. Muhammad Rais bermukim di Mekkah selama 7 tahun. Pada waktu itu beliau sudah berusia 42 tahun. Dalam usia yang sudah tidak muda ini beliau justru memiliki semangat yang kokoh dan tegar untuk memanfaatkan umur beliau guna menuntut ilmu-ilmu agama. Hal ini jelas dilandasi oleh penghayatan beliau terhadap ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةً لِيَتَفَقَّهُوْا فِي الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْة إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Alangkah baiknya kalau ada sekelompok orang diantara kaum muslimin pergi untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan sepulangnya nanti mereka dapat member pelajaran dan peringatan kepada masyarakatnya agar mereka itu takut terhadap Allah.”
Juga dikuatkan oleh pernyataan beberapa ulama yang diantaranya adalah Syaikh Ibnu Ruslam dalam kitabnya Az-Zubad dimana beliau berkata:
مَنْ لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ ذَا فَلْيَسْئَلِ # مَنْ لَمْ يَجِدْ مُعَلِّمًا فَلْيَرْحَلِ
“Barangsiapa yang tidak mengetahui sesuatu masalah maka hendaklah dia bertanya dan barang siapa yang tidak menemukan tempat bertanya maka hendaklah dia berlayar.”
Hadirin yang kami muliakan
Dari 7 tahun masa bermukimnya di Makkah, 4 tahun pertama beliau pergunakan untuk mempelajari serta menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, balaghah, arudh wal qowaafi dan mantiq. Hampir ke seluruh desa pelosok di tanah suci ia telusuri demi memperoleh perbendaharaan bahasa yang bagus. Hal ini dikarenakan beliau menyadari bahwa tanpa ilmu-ilmu tersebut yang juga dikenal dengan ilmu alat, maka akan sulitlah bagi seseorang untuk menggali ilmu-ilmu islam seperti tafsir, hadits, fiqih, tauhid, tarikh dan lain sebagainya, karena pada masa beliau ilmu-ilmu tersebut masih tertulis dalam bahasa Arab. Oleh karena itulah maka selama 3 tahun terakhir beliau tidaklah mengalami kesulitan berarti dalam menghadapi kitab-kitab Arab besar dan mu’tabar, karena alat untuk membaca, mempelajari dan mengkajinya sudah beliau kuasai.
Selama di Makkah beliau berguru kepada TGH. Umar Kelayu Lombok Timur bersama beberapa murid yang lain, diantaranya adalah putra dari TGH. Umar sendiri yang bernama TGH. Badar. beliau pun berguru kepada ulama-ulama besar yang lain, diantarnya adalah Syekh Syu’aib Magriby. Maka sebagai hasil dari usaha beliau selama 7 tahun menuntut ilmu di Makkah, berguru kepada TGH. Umar Kelayu dan ulama besar lainnya seperti Syekh Syu’aib Magriby, beliaupun diakui memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu, terutama sekali yang berkaitan dengan ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah dan beberapa cabang ilmu alat lainnya.
TGH. Muhammad Ra’is menetap di Pesinggahan kecamatan Mataram dan langsung membuka pengajian. Di Pesinggahan beliau menikah dengan misannya bernama Kibtiyyah. Dan hasil dari pernikahan ini beliau dikaruniai putra dan putri yakni Jamil, Sa’dah dan Subki tetapi semuaya meninggal di usia remaja.
Dari Pesinggahan TGH. Muhammad Ra’is kemudian pindah ke Sekarbela dan menikah dengan Miwasih. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan 6 orang putra-putri.
1.     Almh. Ibu Hj. Radmah (istri dari Alm. TGH. Jalaludin).
2.     Alm. Mufti (meninggal di usia remaja).
3.     Almh. Ibu Hj. Wasi’ah (istri dari Alm. TGH. Abdurrahman Banjar).
4.     Alm. TGH. Muktamad Ra’is  ( semasa hidupnya beliau adalah Mudir ‘Am Pondok Pesantren Al-Raisiyah Sekarbela yang meninggal pada tanggal 20 Oktober 2004).
5.     Ibu Hj. Fauziah (istri dari Alm. TGH. Idhar Karang Anyar).
6.     Alm. Drs. TGH. Maqsud Ra’is (Dosen IAIN Sunan Ampel Mataram, meninggal pada tanggal 22 Agustus 1997).
Di Sekarbela TGH. Muhammad Rais lebih giat lagi melanjutkan dan mengembangkan pengajian-pengajian agama. Tempat beliau biasa mengajar dikenal dengan sebutan Bale Tajuk yag sekarang ini sudah direnovasi. Murid-murid beliau disamping dari Sekarbela juga datang dari luar Sekarbela, dan kebanyakan murid-murid beliau berhasil menjadi tokoh agama atau tuan guru- tuan guru yang dihormati dan disegani masyarakat.
Diantara murid-murid beliau yang berasal dari Sekarbela yaitu: TGH. Abdurrahman, TGH. Thayyib, TGH. Tahir, TGH. Fadhil, TGH. Jabbar, TGH. Syafi’I, TGH. Moh. Toha, TGH. Mustafa Bakri Banjar, TGH. Jalaludin, TGH. Syafi’i bin Abdurrahman, TGH. Marzuki, Ust. Abdul Mukti, TGH. Fauzi Abdurrahman, TGH. Husni Pesinggahan, TGH. Mustafa Zuhdi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sedangkan murid-murid beliau yang dari luar Sekarbela adalah : TGH. Umar dan adiknya TGH. Mu’in (Kapek), TGH. Najmuddin atau terkenal dengan sebutan Tuan Guru Ocek (Peraya), TGH. Ibrahim (Lomban-Praya), TGH. Muksin (Seganteng), TGH. Saleh (Mamben), TGH. Mustajab (Pagutan), TGH. Arsyad (Pancor Dao). Mereka semua menetap di Sekarbela selama mengaji.
Hadirin yang dirahmati Allah
Dalam perjuangannya mengembangkan ajaran Islam di pulau  Lombok, Almarhum TGH. Muhammad Rais memiliki sahabat-sahabat yang juga merupakan tuan guru – tuan guru besar dan terkenal. Di antara sahabat-sahabat beliau adalah Almaghfur lah Maulana Syaikh TGH. Zainuddin Abdul Majid Pancor Lombok Timur, Datuk dari Almukarrom Dr.TGH. Zainul Majdi, MA, Gubernur Propinsi NTB. Dengan maulana syaikh ini Almarhum TGH. Muhammad Rais di beberapa kali kesempatan bertemu selalu saja mendiskusikan masalah-masalah agama. Keduanya saling menghormati dan  menghargai satu sama lain. Sahabat-sahabat beliau yang lain adalah : TGH. Saleh Hambali Bengkel, TGH. Muchtar, TGH. Ibrahim, TGH. Hafiz, serta tuan guru – tuan guru senior lainnya yang ada di Kediri.
Di samping kesibukan mengembangkan pengajian, TGH. Muhammad Rais juga menyempatkan diri bertani, dan di setiap kali pergi ke sawah beliau selalu melantunkan bait-bait kitab Alfiyah (sebuah kitab nahwu yang kecil tetapi mengandung pembahasan yang luas dan mendalam). Sesekali waktu beliau terkadang memancing ke laut. Dari penuturan para pengiring setia beliau, baik ke sawah maupun ke laut sering terjadi hal-hal ganjil dan penuh keanehan pada diri beliau, sesuatu yang tidak lazim terjadi pada manusia biasa.
Sebagai wujud penghargaan seluruh masyarakat Sekarbela kepada TGH. Muhammad Rais, maka telah dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1.     Mengabadikan nama beliau pada Masjid Benga’ Sekarbela, sehingga Masjid Benga’ Sekarbela bernama Masjid Al-Raisiyah.
2.     Memperingati hari wafat beliau setiap tahun yang bertepatan dengan Lebaran Ketupat tanggal 8 Syawwal dan peringatan wafat beliau tahun ini adalah yang ke-49.
3.     Mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Al-Raisiyah yang merupakan kelanjutan dari halaqoh-halaqoh atau pengajian duduk bersila yang beliau bina. Pondok Pesantren Al-Raisiyah ini disamping tetap melanjutkan tradisi halaqoh juga mengelola pendidikan formal yakni Taman Kanak-kanak, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.
Hadirin para tamu undangan yang kami hormati
TGH. Muhammad Rais hingga akhir hayatnya tetap istiqomah dengan kegiatan beliau mengembangkan dan menyebarkan ilmu-ilmu agama. Beliau menerapkan sikap istiqomah adalah karena meyakini kebenaran ucapan para ulama bahwa:
اَلْاِسْتِقَامَةُ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ كَرَامَةٍ
“Istiqomah itu lebih baik dari 1.000 macam karomah.”
Dan juga jawaban para ulama terhadap orang yang bertanya tentang karomah :
لَا تَسْئَلْ عَنِ الْكَرَامَةِ وَلَكِنِ اسْئَلْ عَنِ الْاِسْتِقَامَةِ
“Jangan dulu bertanya tentang karomah, tetapi tanyakanlah tentang bagaimana cara mendapatkan istiqomah.”
Karena istiqomahlah maka muncul dari diri TGH. Muhammad Rais beberapa karomah yang sudah disaksikan oleh orang-orang yang dekat dengan beliau.
Hadirin yang kami muliakan
Demikianlah riwayat singkat tentang TGH. Muhammad Rais Sekarbela. Apa yang telah disampaikan ini belumlah mampu mengungkap secara maksimal sosok dan kepribadian beliau yang sebenarnya. Namun demikian dari sedikit uraian yang telah dipaparkan dapatlah kita tarik satu kesimpulan bahwa beliau adalah seorang pecinta dan pengamal ilmu yang ikhlas karena Allah semata. Karena itu, siapapun yang mencintai beliau maka haruslah ia juga mencintai ilmu, terutama ilmu agama. Haruslah ada semangat untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengajian, baik secara moril maupun materil. Janganlah kecintaan terhadap beliau hanya diwujudkan dalam bentuk peringatan hari wafat beliau saja, melainkan juga dalam bentuk dukungan terhadap kegiatan-kegiatan yang erat kaitannya dengan kajian maupun pengembangan ilmu agama.

وبالله التوفيق والهداية والرضا والعناية ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته