HIDUP BERMASYARAKAT HARUS
SALING MENGHARGAI
(OLEH : ZULKIFLI)
Manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang
lain. Seseorang tidak akan bisa hidup sendiri. Dia pasti membutuhkan bantuan
atau sumbangsih dari orang lain, baik dalam bentuk harta, tenaga, pikiran,
maupun yang lainnya.
Misalnya,
ketika kita ingin makan nasi, maka kita membutuhkan jasa para petani. Karena nasi
itu berasal dari beras, dan beras berasal dari padi. Sementara padi itu
dihasilkan oleh para petani. Ketika kita ingin makan daging sapi, kambing atau
ayam, maka kita membutuhkan jasa para peternak hewan. Dan ketika ia ingin makan
ikan laut, maka ia membutuhkan jasa para nelayan. Demikian juga halnya dengan
kebutuhan pakaian dan tempat tinggal, kita sangat membutuhkan jasa para
penjahit dan tukang bangunan.
Oleh
karena itu, dalam hidup bermasyarakat kita harus saling menghargai dan
menghormati satu sama lain. Saling tolong-menolong antar sesama.
Kita
harus membiasakan diri untuk bermasyarakat, karena kita adalah makhluk sosial
yang saling membutuhkan. Jangan sampai karena sibuk mencari harta, kita
mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat.
Bila
kita tidak mau bersosialisasi dengan warga masyarakat, maka hidup kita akan
sengsara, tidak akan pernah bahagia. Tidak ada seorangpun warga yang mau
membantu kita bila kita tidak mau membantu orang lain. Apabila kita ingin
mengadakan sebuah acara, seperti yasinan, slakaran, syukuran, dan lain-lain,
pasti kita membutuhkan bantuan para tetangga dan menginginkan para warga untuk
menghadiri undangan kita. Bila sebelumnya kita tidak pernah membantu tetangga
dan tidak pernah menghadiri undangan warga, maka siapa yang akan membantu kita
dan siapa yang akan mau menghadiri undangan kita?
Manusia
diciptakan secara berpasangan, ada laki-laki ada perempuan. ada yang kaya ada yang miskin, ada yang
berpangkat ada yang tidak punya pangkat, ada yang memiliki banyak gelar ada
yang tidak punya gelar sama sekali. Mereka
diciptakan dengan berbagai karakter,
tingkah laku, budaya, suku dan bahasa yang berbeda-beda supaya mereka bisa
saling mengenal. Sesungguhnya kemuliaan seseorang itu tidak ditentukan oleh
banyaknya gelar yang ia raih, tingginya jabatan yang ia punyai, melimpahnya
harta yang ia miliki, dan sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya orang yang
paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Maka dalam
kehidupan bermasyarakat seyogianya kita saling menghargai dan menghormati,
jangan kita menyombongkan diri di hadapan orang lain, menganggap diri lebih
mulia dan lebih terhormat dari yang lain. kita tidak boleh mencari-cari
kesalahan orang lain, juga tidak boleh mencela atau menghina orang lain, karena
bisa jadi ia lebih baik dan lebih mulia dari kita. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang direndahkan
itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan panggilan
yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka
(kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Hujuraat: 11-13)
Dalam Islam,
sikap menghargai orang lain merupakan identitas seorang Muslim sejati. Seorang yang mengakui dirinya
Muslim, harus mampu
menghargai orang lain. Baginda
Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Tidak termasuk golongan umatku orang
yang tidak menghormati mereka yang lebih tua dan tidak mengasihi mereka yang lebih muda darinya, serta
tidak mengetahui hak-hak orang berilmu.”
(HR. Ahmad).
Sekarang
mari kita renungkan sebuah kisah antara dua orang sahabat. Yang satunya sudah
menjadi seorang professor dan yang satunya lagi hanya menjadi seorang nelayan.
Suatu hari bertemulah dua orang sahabat lama di kampung
pesisir sebuah pantai. Keduanya dulu sahabat di bangku SD dan SMP. Atas perjalanan sang waktu dan kesempatan maka
selepas dari SMP mereka menjalani kehidupan masing-masing, yang satu pergi
merantau ke kota untuk meneruskan jenjang pendidikannya hingga menjadi
Professor dan yang satunya lagi tetap tinggal di kampung
nelayan menjalani kehidupan menjadi nelayan sejati.
Rentang waktu
beberapa puluh tahun maka suatu hari Sang Professor pulang kampung mengunjungi
sanak-saudara dan keluarga beserta teman-teman lamanya.
Bertemulah
kedua sahabat itu dan kemudian saling melepas kangen. Sebagai bentuk reuni
mereka maka teman yang berprofesi sebagai nelayan mengajak temannya yakni Sang
Professor untuk naik perahu kecil memancing ikan ke tengah lautan.
Dalam
perjalanan ke tengah laut terjadilah dialog yang menarik antara dua kawan lama
ini.
“Apa kamu bisa
berbahasa inggris?”, tanya
sang professor kepada si nelayan.
“Wah, terus terang saja saya tidak sempat belajar
bahasa Inggris karena saya hanya belajar sampai SMP dan kemudian menjadi
nelayan setiap pagi dan sore.” jawab si nelayan dengan ringan dan sedikit
malu-malu.
“Rugi sekali kamu tidak bisa bahasa Inggris,
dengan bahasa Inggris kamu bisa mempelajari aneka ilmu, berkeliling dunia,
merantau dan bisa menjadikan kamu kaya raya. Sebaliknya jika kamu tidak
bisa bahasa Inggris berarti kamu sudah kehilangan 50% hidupmu”, saut sang
professor dengan nada yang mulai menampakkan keunggulan dan kesombongannya.
Kemudian
professor bertanya lagi, “Kalau ilmu matematika kamu bisa tidak?”.
Dengan malu
yang makin besar, maka suara lirih sang nelayan menjawab, “Apalagi ilmu
matematika, kamu tentu tahu sendiri lah dengan bekal saya cuma lulusan SMP pasti tidak tahu
banyak tentang Matematika”. Jawaban si nelayan menjadikan sang professor makin
besar kepala dan merasa lebih dari sahabat lamanya.
Tiba di tengah laut tiba-tiba cuaca berubah
menjadi mendung, dan ombak hujan bercampur angin lebat menerpa perahu kecil
kedua sahabat tersebut.
Melihat kondisi
ini sang professor menjadi sangat ketakutan dan memegang erat-erat tepian
perahu.
“Tenang saja kawan,
ombak ini insya Allah tidak akan membinasakan kita. Ini biasa terjadi kalau
cuaca seperti ini”, celetuk si nelayan memberikan penerangan kepada sang
professor.
“Kita tidak
usah takut. Jika ombak menghempaskan perahu ini maka kita tinggal berenang beberapa
ratus meter dari sini, maka kita akan sampai ke daratan pantai”, tambah si
nelayan.
Mendengar
ucapan itu maka makin takutlah sang professor dan mendekap erat si nelayan.
Sang professor
kemudian berkata, “Justru karena saya tidak bisa berenang maka saya takut jika
perahu ini terbalik dan ombak menghempasakan kita di tengah laut”, berkata
dengan penuh ketakutan.
“Wah percuma kamu jadi professor jika tidak bisa
berenang, kalau tidak bisa bahasa Inggris dan Matematika tadi kamu katakan akan
kehilangan 50% hidupmu, tapi jika saat ini kamu tidak bisa berenang maka kamu
akan kehilangan 100% hidupmu”.
Dari kisah di atas, dapatlah kita memetik
pelajaran, bahwa setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, tidak ada seorang makhluk pun yang sempurna tanpa ada
kekurangan. Oleh karena itu, jika kita mempunyai kelebihan maka kita tidak
boleh mencela dan menghina kekurangan orang lain karena bisa jadi kita banyak
kelebihan di satu sisi tapi banyak juga kekurangan di sisi yang lain. Dan kita
dalam hidup bermasyarakat harus saling mengisi, saling menghormati dan saling menghargai supaya
kehidupan bermasyarakat kita menjadi aman, nyaman, rukun, dan sejahtera.
Wallahu A’lamu Bishshawaab.