Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: MENGEMBALIKAN CITRA BIRU AL-RAISIYAH

2011/10/14

MENGEMBALIKAN CITRA BIRU AL-RAISIYAH


MENGEMBALIKAN “CITRA BIRU” AL-RAISIYAH
(OLEH: ZULKIFLI)

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang melaksanakan kegiatan pembelajaran yang didasarkan atas syariah Islam. Ini menjadi tujuan mulia didirikannya sebuah pondok pesantren tidak terkecuali pondok pesantren Al-Raisiyah, yang didirikan untuk mengembangkan pendidikan agama bagi masyarakat Sekarbela khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Pada awal berdirinya, pondok pesantren Al-Raisiyah lebih banyak mengajarkan pelajaran-pelajaran agama seperti: Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Tafsir, dan sebagainya. Meskipun ada beberapa pelajaran umum seperti: Matematika, Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial, namun alokasi waktunya sangat minim. Dan semua pelajaran agama itu dulunya diajarkan memakai kitab kuning (kitab berbahasa Arab yang tidak memiliki baris).
Dalam perkembangannya, pondok pesantren Al-Raisiyah dibagi menjadi dua jenjang pendidikan yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Sejalan dengan pembagian jenjang pendidikan ini, kurikulum di pondok pesantren Al-Raisiyah disesuaikan dengan kurikulum dari Departemen Agama Kota Mataram dan pelajaran-pelajaran agama itupun tidak lagi memakai kitab kuning.
Namun, yang perlu diperhatikan bahwa di dalam pondok pesantren Al-Raisiyah, aspek afektif atau akhlak lebih ditekankan. Hal ini didasarkan pada tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
“Hanya sanya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”
Akhlak merupakan tingkah laku manusia. Akhlak diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela). Namun dalam konteks ini, kata “akhlak” dipakai secara khusus untuk akhlak mahmudah (terpuji) saja.
Di samping merupakan salah satu misi utama diutusnya Rasulullah SAW, akhlak merupakan penentu keeksistensian dan kemajuan sebuah bangsa (lembaga). Hal ini sudah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadits beliau yang berbunyi:
إنما الأمم الأخلاق ما بقيت فإن هموا ذهبت أخلاقهم ذهبوا
“Hanya saja bangsa itu kekal, selama berakhlak. Bila akhlak lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu.”
Dewasa ini, pondok pesantren Al-Raisiyah tampak mengalami perubahan. Pada awalnya pondok ini sangat menekankan perilaku dan penampilan islami di lingkungan pondok, baik itu kepala sekolah, guru, maupun siswa. Tidak ada perbedaan antara guru dan siswa, semuanya tanpa kecuali wajib mengikuti peraturan yang berlaku, terlebih lagi yang terkait dengan sikap (akhlak). Namun, beberapa tahun ini, tradisi yang sudah membudaya di pondok mulai terkikis. Sebagai contoh banyak guru yang tidak mengenakan kopiah, tidak mengucapkan salam ketika masuk ruangan, dan lain sebagainya.
Hal inilah yang mengilhami penulis untuk mengambil tema “Mengembalikan Citra Biru Al-Raisiyah” dalam tulisan ini dengan tujuan sebagai bahan muhasabah (introspeksi diri) kita sebagai warga ponpes Al-Raisiyah, dengan mengukur sampai sejauh mana perubahan yang kita lakukan? Apakah perubahan itu ke arah yang lebih baik? Atau malah perubahan yang kita lakukan itu lebih buruk dari semula?
Kita akui memang pondok kita ini dari tahun ke tahun mengalami kemajuan. Hal ini nampak jelas dengan bangunan-bangunan yang bagus, adanya perpustakaan, semakin banyaknya buku-buku pelajaran, adanya persiapan perangkat pembelajaran (seperti program tahunan, program semester, rincian minggu efektif, KKM, silabus, dan RPP) dari para guru, adanya laboratorium, dan tersedianya media-media pembelajaran meskipun masih sederhana.
Namun kemajuan-kemajuan yang kita rasakan ini tidak serta merta membuat citra pondok semakin baik di mata masyarakat. Bahkan banyak masyarakat terutama orang tua-orang tua siswa mengeluhkan budaya yang ada di pondok saat ini, seperti banyaknya guru yang datang terlambat, seringnya guru memulangkan siswa sebelum waktunya, dan yang paling urgen adalah penampilan guru dan siswa yang sekarang ini sering tidak memakai kopiah pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Entah itu disebabkan banyaknya guru yang spesifikasinya di bidang umum atau faktor yang lain. Yang penting adalah kita menyadari bahwa kita berada di lingkungan pondok pesantren yang semestinya berperilaku dan berpenampilan islami.
Apakah perubahan seperti ini layak dikatakan sebuah kemajuan? Apakah budaya islami yang sudah lama diwariskan oleh para Tuan Guru dan Asaatiidz kita semakin baik? Ataukah kita masih merasa “ENGGAN” mengakui kemerosotan budaya yang selama ini menjadi tradisi di pondok kita? Semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab dengan “JUJUR” oleh hati nurani kita masing-masing.
Ada juga perubahan-perubahan positif yang dibawa oleh para guru yang notabenenya bergelar “SARJANA” seperti peningkatan kedisiplinan, penggunaan berbagai metode pengajaran, dan pemanfaatan media-media pembelajaran. Namun hal itu juga tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan sifat yang negatif bagi guru yang bersangkutan seperti munculnya sifat riya, ujub, bahkan sifat takabbur sering menjangkiti hati beberapa orang guru.
Para guru mungkin sudah merasa bangga dengan perubahan-perubahan yang mereka sumbangkan untuk pondok, inovasi-inovasi yang mereka lakukan, sehingga mereka merasa sangat berjasa terhadap kemajuan pondok, meskipun mereka “agak” mulai meninggalkan tradisi-tradisi pondok. Silakan kita melakukan inovasi-inovasi atau trobosan-trobosan baru yang lebih baik, tapi kita jangan sampai mengabaikan kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah menjadi tradisi di pondok pesantren sejak dulu. Mungkin kita perlu mengingat dan merenungi kembali sebuah kai’dah ushul fiqh:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
“Melestarikan tradisi yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik.”
Mari kita bersama-sama melestarikan tradisi-tradisi yang sudah menjadi warisan dari para guru kita dahulu. Mari kita berupaya sekuat tenaga untuk memberikan perubahan yang lebih baik serta melakukan inovasi-inovasi atau trobosan-trobosan baru demi kemajuan pondok kita ini. Dan mari juga kita meningkatkan kedisiplinan kita terutama bagi para guru agar kita bisa menjadi uswatun hasanah (suri tauladan) bagi siswa-siswi kita. Jangan sampai kita yang awalnya sangat disiplin dan mentaati peraturan pondok malah terpengaruh oleh segelintir orang yang kurang disiplin sehingga semakin lama kita bukannya semakin baik tapi malah semakin tidak disiplin, sering datang terlambat dan pulang lebih cepat dari jadwal yang sudah ditentukan.
Sebagai penutup, penulis ingin mohon maaf dengan setulus hati kepada Bapak/ Ibu guru bila dalam tulisan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan, tidak enak dibaca, ataupun menyinggung perasaan Bapak/ Ibu guru. Sekali lagi penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis tidak ada niat untuk menyindir atau menyinggung pihak-pihak tertentu, tetapi tulisan ini bertujuan sebagai bahan muhasabah kita bersama khususnya bagi para guru untuk memajukan dan Mengembalikan “Citra Biru” Pondok Pesantren Al-Raisiyah. Wallahu A’lamu Bishshawab.

No comments:

Post a Comment