MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi IV, 20 Mei 2011 M / 17 Jumadil Akhir 1432 H)
OLEH : ZULKIFLI, S.Pd.I
Dewasa ini sering kita mendengar istilah Islam KTP.
Bahkan istilah ini dijadikan sebuah judul film sinetron yang ditayangkan setiap
malam di SCTV. Dalam film sinetron itu, kebanyakan para pemain, aktor dan
aktrisnya menganggap dirinya seorang muslim, orang yang beragama Islam hanya
dengan menunjukkan kata “ISLAM” yang tertulis di KTP-nya.
Sebagian mereka suka menggembar-gemborkan dirinya sebagai
seorang muslim sejati, seperti tokoh Bang Madit yang menganggap dirinya suka
memberi dan senang berbagi. Bahkan ia menggelari dirinya dengan sebutan Madit
Musyawarah orang terlanjur kaya yang matinya pasti masuk Syurga. Ia juga
selalu menutupi kejelekannya dengan jubah kebesaran, seakan-akan ia adalah
seorang muslim yang shalih, yang memiliki kepribadian muslim yang sejati.
Padahal yang sebenarnya justru bertentangan dengan apa yang diucapkan dan
dilakukannya. Ia mau memberi karena ingin dipuji, ia suka berbagi karena
mengharapkan imbalan, bantuan atau sesuatu dari orang lain. Tidak ada
keikhlasan di dalam amalnya. Bahkan ia selalu menyebut-nyebut pemberiannya,
mencaci maki orang yang diberi, menghina orang lain, dan merendahkan kaum dhu’afaa’
yang ada di sekelilingnya.
Bagitu juga dengan tokoh Pak RT, seorang yang
seharusnya menjadi tokoh masyarakat, menjadi panutan bagi warganya, malah
menyelahgunakan jabatannya. Ia hanya bergaul dengan orang kaya, mencari
perhatian dan menjilat-jilat supaya ia dianggap orang yang baik, setia, dan
dapat dipercaya sehingga kedudukannya sebagai ketua RT tidak akan bisa
digantikan oleh orang lain. Ia mendekati orang kaya seperti Bang Madit karena
ada maunya. Ia selalu mencari keuntungan di setiap kesempatan, bahkan ia rela
membohongi warganya demi meraih keuntungan pribadi. Ia tidak mau bergaul dengan
orang-orang “kismin” (baca: miskin). Ia mendekati atau bergaul dengan
warganya jika ada suatu keperluan. Ia hanya mengeruk keuntungan dari warganya,
mengumpulkan harta dari orang kaya, dan mempertahankan jabatannya dengan
menghalalkan segala cara.
Lain halnya dengan tokoh Bang Ali, yang
menggambarkan kepribadian muslim yang sejati. Ia berpenampilan sederhana, hidup
bersahaja, bergaul dengan sesama warga, tanpa membedakan antara yang miskin dan
yang kaya. Ia selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia
tidak hanya mementingkan dirinya baik dalam kehidupan sehari-harinya atau dalam
hal beribadah kepada Rabbnya, tetapi Ia juga mengajak warganya untuk taat
kepada Sang Pencipta, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Karena dengan sikap seperti itu, ia dapat menghindarkan dirinya, keluarga,
warga, dan kampungnya dari adzab Allah SWT. Sikap seperti ini sesuai dengan firman
Allah: "Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa
Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya
kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan
yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan
ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya." (QS. Al-Anfal:
24-25).
Ayat di atas sudah jelas
menunjukkan kepada kita bahwa
diantara ciri-ciri kepribadian seorang muslim adalah memenuhi seruan
Allah dan Rasul-Nya. Untuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya ini dapat
dilakukan dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan berusaha menjauhi segala
larangan-Nya seperti yang
ditunjukkan oleh tokoh Bang Ali dalam sinetron Islam KTP.
Perintah Allah itu tidak hanya terbatas pada ibadah-ibadah ritual seperti
shalat, puasa, haji, dan zakat. Tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Tata cara mereka bergaul, bermuamalah, berkomunikasi antar sesama dan
lain sebagainya.
Salah satu perintah Allah adalah bergaul dengan sesama manusia dengan
akhlak yang terpuji. Misalnya berkata jujur, menepati janji, saling memaafkan
bila ada kesalahan, rendah hati terhadap sesama, peduli terhadap penderitaan
orang lain, saling tolong menolong, menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda, bertutur kata yang halus dan lemah lembut, dan lain
sebagainya.
Sebagai seorang muslim, kita harus bisa menyeimbangkan antara kesalehan
ritual kita dengan kesalehan sosial. Kesalehan ritual yang dimaksudkan di sini
adalah ibadah-ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah seperti shalat,
puasa, haji dan sebagainya. Sedangkan kesalehan sosial mencakup segala aspek
kehidupan kita, yaitu tata cara kita bermuamalah dengan sesama manusia. Seperti
berkata jujur, saling menghormati, suka memaafkan kesalahan orang lain,
menepati janji, menyelesaikan permasalahan secara bijak, saling mengingatkan
bila terjadi kesalahan, dan saling membantu dalam setiap kesulitan.
Apabila
kepribadian-kepribadian seperti ini melekat pada diri setiap muslim khususnya remaja
dan anak-anak muda, maka tauran antar siswa tidak akan pernah terjadi,
kerusakan akibat demo mahasiswa dapat dihindari, permusuhan antar kelompok tak
mungkin terjadi. Hidup kita akan terasa aman dan harmonis, tidak ada
perkelahian, tidak ada permusuhan, tidak ada rasa iri dan dengki, tidak ada
yang perasaan sombong dan membanggakan diri, tidak ada pihak yang merasa
dizhalimi, tidak akan ada teman yang merasa minder. Semua orang akan
hidup rukun dan bahagia, saling mengasihi dan menyayangi, serta peduli terhadap
sesama.
Alangkah indahnya hidup ini bila kepribadian-kepribadian di atas dapat
tertanam dalam jiwa setiap kaum muslimin. Dan memang sepatutnya, kita sebagai
seorang muslim, harus memiliki sifat-sifat atau kepribadian-kepribadian seperti
itu. Betapa malunya kita, mengaku diri muslim, tetapi tidak memiliki sedikitpun
kepribadian sebagai seorang muslim. Seorang muslim itu tidak hanya taat dalam
beribadah tapi juga dapat mengaplikasikan nilai-nilai ibadahnya dalam
kehidupannya sehari-hari. Ia harus bisa menjadi tauladan bagi orang-orang non
muslim dalam setiap tutur kata dan tingkah lakunya.
Akan tetapi, Kenyataan yang
terjadi saat ini adalah sebaliknya. Kita yang seharusnya menjadi tauladan bagi
orang-orang non muslim, malah senang mencontoh perilaku orang-orang barat yang
jauh menyimpang dari norma-norma agama kita. Banyak orang yang mengaku dirinya
muslim, tapi tidak pernah mengerjakan shalat; banyak yang mengaku dirinya
muslim, tapi selalu berbuat maksiat, minum-minuman keras, mabuk-mabukan,
berjudi, mengkonsumsi narkoba, dan sebagainya; ada juga yang mengaku dirinya
muslim tetapi selalu menyakiti orang lain, menggunjing saudaranya sesama
muslim, mengadu domba temannya, mencaci maki orang lain, berkelahi, tauran,
saling menjatuhkan dan senang memutuskan tali persaudaraan.
Inilah mungkin yang sering disebut dengan Islam KTP. Hanya agamanya saja
yang Islam tetapi perbuatannya jauh melanggar aturan-aturan dalam agama Islam.
Orang-orang seperti ini mungkin masih bisa disebut seorang muslim, tapi tidak
bisa dikatakan berkepribadian muslim. Karena yang dikatakan muslim itu adalah
apabila muslim yang lain merasa aman dari perkataan dan tingkah lakunya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits:
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ.
"Seseorang itu
dapat dikatakan muslim apabila muslim yang lain dapat selamat dari lisan dan
tangannya."
Di dalam ayat ke-25 dari surat Al-Anfal di atas tadi, kita diperintahkan untuk memelihara diri kita dari
azab Allah SWT yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja tetapi
orang yang ta'atpun ikut merasakan efeknya. Ayat ini dengan ayat sebelumnya
saling terkait, tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Di
dalam ayat ke-24 kita diperintahkan untuk memenuhi seruan Allah. Kemudian di
ayat berikutnya kita diperintahkan untuk memelihara diri dari azab Allah yang
dapat menimpa semua orang baik orang zalim maupun orang yang bertakwa.
Ini berarti bahwa bila kita
sudah mampu memenuhi seruan Allah, mampu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, maka kita diperintahkan untuk mengajak orang-orang di sekitar
kita untuk ikut memenuhi seruan Allah. Mengajak saudara-saudara dan teman-teman
kita dalam kegiatan keagamaan seperti yasinan, tahlilan, shalat berjama’ah dan
sebagainya supaya kita terhindar dari azab Allah. Karena satu yang makan
nangka semua kena getahnya.
Satu yang melakukan kemunkaran dapat menyebabkan satu kampung bisa terkena
azabnya. Oleh karena itu, marilah
kita berusaha semampu kita untuk memenuhi seruan Allah dan juga mengajak
orang-orang terdekat kita untuk ikut memenuhi seruan Allah supaya kita dapat
terhindar dari azab Allah SWT.
Demikianlah beberapa
kepribadian-kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Secara singkat
dapat dijelaskan bahwa sebagai seorang muslim kita harus mampu mensinergikan
antara ibadah dan muamalah, antara hubungan vertikal kita kepada Allah dan
hubungan horizontal kita dengan sesama manusia. Antara kesalehan ritual dengan
kesalehan sosial.
Wallahu A’lamu Bishshawaab.
No comments:
Post a Comment