Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: TEKUN DALAM BERIBADAH DAN BEKERJA

2012/05/28

TEKUN DALAM BERIBADAH DAN BEKERJA


PRIBADI YANG TEKUN BERIBADAH DAN GIAT BEKERJA
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi III, 13 Mei 2011 M / 10 Jumadil Akhir 1432 H)
OLEH : ZULKIFLI, S.Pd.I

Banyak orang hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan berusaha. Pagi hari kerja, siang kerja, sore kerja, malam pun masih juga mengurus pekerjaan. Hanya sedikit waktu yang ia luangkan untuk beribadah. Hampir semua waktunya hanya untuk pekerjaan. Bahkan untuk shalat jum’at pun ia sering ketinggalan hanya karena urusan usaha dan pekerjaan. Padahal di dalam Al-Qur’an kita telah diperintahkan untuk membagi waktu. Pada waktu kerja, kita bekerja, pada waktu usaha kita berusaha dan pada waktu ibadah kita segera beribadah. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلَوةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوْا الْبَيْعَ ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُ اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
 “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 9-10)
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa ada dua tugas utama yang harus diperhatikan oleh manusia yaitu hablumminallah (hubungan kita dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan kita dengan sesama manusia). Hubungan dengan Allah dapat ditunjukkan dengan beribadah kepada Allah dan hubungan dengan sesama manusia dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dalam bekerja, mencari karunia Allah di muka bumi ini.
Di dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 dijelaskan bahwa ketika telah masuk waktu shalat Jum’at, maka segeralah kita menuju masjid untuk mengerjakan shalat Jum’at dan meninggalkan jual beli meskipun masih banyak pelanggan kita yang sedang memilih ataupun menawar barang kita. Kita harus bisa mengesampingkan hal-hal yang dapat melalaikan kita dari melaksanakan ibadah kepada Allah. Sedangkan pada ayat ke-10 di atas dijelaskan bahwa ketika kita sudah selesai beribadah kepada Allah, maka kita diperintahkan untuk sesegera mungkin bekerja keras di muka bumi ini untuk mencari karunia yang sudah disediakan oleh Allah SWT di hamparan bumi yang luas ini. Kita diperintahkan untuk tidak saling berebut tempat untuk bekerja, tetapi kita diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi ini, mencari tempat kerja yang sesuai dengan bidang keahlian kita, yang sesuai dengan profesi kita. Bila kita seorang pengerajin, maka hendaknya kita menekuni bidang kerajinan kita; bila kita seorang pedagang mutiara maka hendaknya kita mendalami hal-hal yang berkaitan dengan mutiara dan bagaimana memasarkannya; bila kita seorang pengusaha hendaknya kita tekun dalam berusaha; bila kita sebagai guru, hendaknya kita serius dalam mengajar dan mendidik siswa. Apapun pekerjaan dan profesi kita hendaknya kita lakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh sehingga kita bisa mendapatkan hasil yang maksimal dalam pekerjaan kita; dapat memenuhi kebutuhan kita sehari-hari; dapat menghidupi anak, istri, dan keluarga kita; dapat memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak kita; dan dapat membahagiakan seluruh anggota keluarga kita.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja dengan penuh semangat, bersungguh-sungguh, tekad yang kuat dan istiqomah dalam pekerjaannya. Serta memiliki etos kerja yang tinggi.
Semangat kerja seorang muslim tidak dipengaruhi oleh apapun dan siapapun. Seorang muslim bekerja dengan kesadarannya sendiri bukan karena ingin dipuji oleh orang lain, bukan karena ingin dinaikkan pangkatnya oleh atasan, bukan ingin ditambah gajinya oleh pimpinan, bukan pula untuk memamerkan kemampuannya kepada rekan kerjanya. Tetapi seorang muslim itu bekerja semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah SWT. Bekerja dengan penuh semangat, memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dengan kesadaran sendiri, bekerja tanpa perintah ataupun pengawasan orang lain. Karena ia yakin dan percaya bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi.
Seorang muslim tidak mau menunda-nunda pekerjaan, karena semakin dia menunda-nunda pekerjaan semakin banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tiada hari tanpa kerja, tiada hari tanpa usaha, tiada hari tanpa ibadah, dan tiada hari tanpa berdo’a. Seperti inilah seorang muslim berpikir demi meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Di samping itu, seorang muslim juga menyakini bahwa tidak akan ada yang tahu nasibnya besok, apakah dia masih sehat, apakah dia masih bisa bekerja, apakah dia masih bisa melihat, apakah dia masih bisa bernafas, ataukah dia akan terbaring sendirian di dalam kubur. Tidak ada satu makhlukpun yang tahu. Oleh karena itu, seorang muslim tidak mau menyia-nyiakan anugerah kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Ia selalu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan kepadanya dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, beribadah kepada-Nya, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Hal ini juga berpengaruh terhadap kinerjanya di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Dia akan bekerja dengan penuh semangat, bekerja dengan niat yang ikhlas, tanpa mengharapkan pujian ataupun imbalan apapun sebagai rasa syukur dan terima kasihnya kepada sang pimpinan yang telah memberikannya kesempatan untuk bekerja.
Ketika suatu pekerjaan sudah selesai, maka beralihlah ke pekerjaan yang lain. Jangan sampai kita terlena karena kita sudah menyelesaikan satu pekerjaan. Kita jangan mengikuti budaya orang-orang barat yang sering membuang-buang waktunya untuk kesenangan yang bersifat semu.
Cobalah kita bandingkan etos kerja orang barat dengan etos kerja para sahabat. Selama ini kita sering mengagung-agungkan etos kerja orang barat, selama ini kita menganggap orang baratlah yang paling pandai mengatur waktu sehingga kita sering mendengar istilah management of time yang digembar-gemborkan oleh orang-orang Barat. Padahal statement yang mereka keluarkan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka lakukan. Memang kita akui bahwa orang-orang barat itu sangat menghargai waktu, selalu tepat waktu dalam setiap kegiatan, selalu on time. Tapi, ada sisi lain yang jarang kita perhatikan. Yaitu ketika mereka telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, proyek, dan sebagainya, mereka selalu berpoya-poya, berhura-hura, mendatangi tempat-tempat hiburan, minum-minuman keras, berpesta pora, dan melampiaskan segala hawa nafsunya yang sempat tertahankan selama ia bekerja. Naudzubillahi min dzaalik.
Apakah etos kerja seperti ini yang kita bangga-banggakan, baru menyelesaikan satu pekerjaan, mereka langsung menghabiskan waktu dengan pesta pora. Apakah ini yang harus kita contoh? Apa ini yang kita jadikan pengangan? Inikah yang selalu kita banggakan? Tentu tidak kan?!
Sekarang coba kita perhatikan bagaimana seorang sahabat memanfaatkan seluruh waktunya.
Sebagai contoh, Imam Syafi’i. Coba kita renungkan, bagaimana Imam Syafi’i memanfaat seluruh waktunya untuk beribadah, untuk bekerja, dan mengabdikan diri kepada masyarakat.
Imam Syafi’i setiap hari bisa mengkhatamkan Al-Qur’an, bahkan di bulan puasa beliau bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali sehari. Di samping itu, beliau juga aktif mengarang kitab, mengajar ilmu agama, berdakwah, beribadah pagi, siang, dan malam, serta tetap berusaha, menggembala kambing untuk menghidupi keluarganya.
Subhanallah Semua aktifitas itu beliau kerjakan dengan profesional.
Seperti inilah sebenarnya orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Tidak kenal lelah, tidak pantang menyerah, tidak menyia-nyiakan waktunya. Selesai satu pekerjaan beralih ke pekerjaan yang lain. Hal ini tentu didasari oleh pemahaman beliau terhadap petunjuk-petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an, di antaranya ialah firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 7 yang berbunyi:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa tidak ada waktu untuk berleha-leha, tidak ada waktu untuk berpesta pora, tidak ada waktu untuk memamerkan pekerjaannya, tidak ada waktu untuk memuji hasil karyanya, dan tidak terbuai dengan pujian orang lain. Selesai mengerjakan suatu urusan, kita diperintahkan untuk bersungguh-sungguh mengerjakan urusan yang lain. Seperti inilah seharusnya seorang muslim bekerja. Bekerja tanpa perintah atau pengawasan orang lain, bekerja tanpa mengharapkan imbalan, bekerja tanpa mengharapkan pujian dari orang lain, bekerja dengan penuh semangat, memiliki etos kerja yang tinggi, serta profesional dalam bekerja.
Inilah semangat dan etos kerja yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Bekerja semata-mata mengharapkan keridhoan Allah, bekerja sebagai salah satu media untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bekerja bukan hanya untuk menimbun harta benda dan kekayaan, tetapi bekerja untuk memberikan manfaat kepada orang banyak, untuk dirinya sendiri, untuk keluarganya, dan untuk orang lain serta bekerja keras tanpa melalaikan ibadah kepada Allah SWT.

Wallahu A’lamu Bishshawaab.

No comments:

Post a Comment