PRIBADI YANG TEKUN BERIBADAH DAN GIAT BEKERJA
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi III, 13 Mei 2011 M / 10 Jumadil Akhir 1432 H)
OLEH : ZULKIFLI, S.Pd.I
Banyak orang hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan
berusaha. Pagi hari kerja, siang kerja, sore kerja, malam pun masih juga
mengurus pekerjaan. Hanya sedikit waktu yang ia luangkan untuk beribadah.
Hampir semua waktunya hanya untuk pekerjaan. Bahkan untuk shalat jum’at pun ia
sering ketinggalan hanya karena urusan usaha dan pekerjaan. Padahal di dalam
Al-Qur’an kita telah diperintahkan untuk membagi waktu. Pada waktu kerja, kita
bekerja, pada waktu usaha kita berusaha dan pada waktu ibadah kita segera
beribadah. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلَوةِ
مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوْا الْبَيْعَ ذَالِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُ فَانْتَشِرُوْا
فِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُ اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 9-10)
Dari
ayat di atas dapat kita ketahui bahwa ada dua tugas utama yang harus
diperhatikan oleh manusia yaitu hablumminallah (hubungan kita dengan Allah) dan hablumminannas
(hubungan kita dengan
sesama manusia). Hubungan
dengan Allah dapat ditunjukkan dengan beribadah kepada Allah dan hubungan
dengan sesama manusia dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk
di dalam bekerja, mencari karunia Allah di muka bumi ini.
Di dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 dijelaskan bahwa ketika
telah masuk waktu shalat Jum’at, maka segeralah kita menuju masjid untuk
mengerjakan shalat Jum’at dan meninggalkan jual beli meskipun masih banyak
pelanggan kita yang sedang memilih ataupun menawar barang kita. Kita harus bisa
mengesampingkan hal-hal yang dapat melalaikan kita dari melaksanakan ibadah
kepada Allah. Sedangkan pada ayat ke-10 di atas dijelaskan bahwa ketika kita
sudah selesai beribadah kepada Allah, maka kita diperintahkan untuk sesegera
mungkin bekerja keras di muka bumi ini untuk mencari karunia yang sudah
disediakan oleh Allah SWT di hamparan bumi yang luas ini. Kita
diperintahkan untuk tidak saling berebut tempat untuk bekerja, tetapi kita
diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi ini, mencari tempat kerja yang
sesuai dengan bidang keahlian kita, yang sesuai dengan profesi kita. Bila kita seorang pengerajin, maka hendaknya kita
menekuni bidang kerajinan kita; bila kita seorang pedagang mutiara maka
hendaknya kita mendalami hal-hal yang berkaitan dengan mutiara dan bagaimana
memasarkannya; bila kita seorang pengusaha hendaknya kita tekun dalam berusaha;
bila kita sebagai guru, hendaknya kita serius dalam mengajar dan mendidik
siswa. Apapun pekerjaan dan profesi kita hendaknya kita lakukan dengan tekun
dan sungguh-sungguh sehingga kita bisa mendapatkan hasil yang maksimal dalam
pekerjaan kita; dapat memenuhi kebutuhan kita sehari-hari; dapat menghidupi
anak, istri, dan keluarga kita; dapat memberikan pendidikan yang layak bagi
anak-anak kita; dan dapat membahagiakan seluruh anggota keluarga kita.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja dengan
penuh semangat, bersungguh-sungguh, tekad yang kuat dan istiqomah dalam
pekerjaannya. Serta memiliki etos kerja yang tinggi.
Semangat
kerja seorang muslim tidak dipengaruhi oleh apapun dan siapapun. Seorang muslim
bekerja dengan kesadarannya sendiri bukan karena ingin dipuji oleh orang lain,
bukan karena ingin dinaikkan pangkatnya oleh atasan, bukan ingin ditambah
gajinya oleh pimpinan, bukan pula untuk memamerkan kemampuannya kepada rekan
kerjanya. Tetapi seorang muslim itu bekerja semata-mata untuk mengharapkan
ridho Allah SWT. Bekerja dengan penuh semangat, memiliki etos kerja yang
tinggi, bekerja dengan kesadaran sendiri, bekerja tanpa perintah ataupun
pengawasan orang lain. Karena ia yakin dan percaya bahwa Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengawasi.
Seorang
muslim tidak mau menunda-nunda pekerjaan, karena semakin dia menunda-nunda
pekerjaan semakin banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tiada hari tanpa
kerja, tiada hari tanpa usaha, tiada hari tanpa ibadah, dan tiada hari tanpa
berdo’a. Seperti inilah seorang muslim berpikir demi meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat. Di samping itu, seorang muslim juga menyakini bahwa tidak akan ada
yang tahu nasibnya besok, apakah dia masih sehat, apakah dia masih bisa
bekerja, apakah dia masih bisa melihat, apakah dia masih bisa bernafas, ataukah
dia akan terbaring sendirian di dalam kubur. Tidak ada satu makhlukpun yang
tahu. Oleh karena itu, seorang muslim tidak mau menyia-nyiakan anugerah kesehatan dan kesempatan yang telah
diberikan oleh Allah kepadanya. Ia selalu mensyukuri setiap nikmat yang
diberikan kepadanya dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, beribadah
kepada-Nya, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Hal ini
juga berpengaruh terhadap kinerjanya di dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya. Dia akan bekerja dengan penuh semangat, bekerja dengan niat yang
ikhlas, tanpa mengharapkan pujian ataupun imbalan apapun sebagai rasa syukur dan
terima kasihnya kepada sang pimpinan yang telah memberikannya kesempatan untuk
bekerja.
Ketika
suatu pekerjaan sudah selesai, maka beralihlah ke pekerjaan yang lain. Jangan
sampai kita terlena karena kita sudah menyelesaikan satu pekerjaan. Kita jangan
mengikuti budaya orang-orang barat yang sering membuang-buang waktunya untuk
kesenangan yang bersifat semu.
Cobalah
kita bandingkan etos kerja orang barat dengan etos kerja para sahabat. Selama ini kita sering mengagung-agungkan etos
kerja orang barat, selama ini kita menganggap orang baratlah yang paling pandai
mengatur waktu sehingga kita sering mendengar istilah management of time
yang digembar-gemborkan oleh orang-orang Barat. Padahal statement yang
mereka keluarkan itu tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka lakukan. Memang
kita akui bahwa orang-orang barat itu sangat menghargai waktu, selalu tepat
waktu dalam setiap kegiatan, selalu on time. Tapi, ada sisi lain yang
jarang kita perhatikan. Yaitu ketika mereka telah selesai mengerjakan suatu
pekerjaan, proyek, dan sebagainya, mereka selalu berpoya-poya, berhura-hura,
mendatangi tempat-tempat hiburan, minum-minuman keras, berpesta pora, dan
melampiaskan segala hawa nafsunya yang sempat tertahankan selama ia bekerja. Naudzubillahi
min dzaalik.
Apakah
etos kerja seperti ini yang kita bangga-banggakan, baru menyelesaikan satu
pekerjaan, mereka langsung menghabiskan waktu dengan pesta pora. Apakah ini
yang harus kita contoh? Apa ini yang kita jadikan pengangan? Inikah yang selalu
kita banggakan? Tentu tidak kan?!
Sekarang
coba kita perhatikan bagaimana seorang sahabat memanfaatkan seluruh waktunya.
Sebagai
contoh, Imam Syafi’i. Coba kita renungkan, bagaimana Imam Syafi’i memanfaat seluruh waktunya untuk beribadah,
untuk bekerja, dan mengabdikan diri kepada masyarakat.
Imam
Syafi’i setiap
hari bisa mengkhatamkan Al-Qur’an, bahkan di bulan puasa beliau bisa
mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali sehari. Di samping itu, beliau juga aktif
mengarang kitab, mengajar ilmu agama, berdakwah, beribadah pagi, siang, dan
malam, serta tetap berusaha, menggembala kambing untuk menghidupi keluarganya.
Subhanallah Semua
aktifitas itu beliau kerjakan dengan profesional.
Seperti
inilah sebenarnya orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Tidak kenal
lelah, tidak pantang menyerah, tidak menyia-nyiakan waktunya. Selesai satu
pekerjaan beralih ke pekerjaan yang lain. Hal ini tentu didasari oleh pemahaman
beliau terhadap petunjuk-petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an, di antaranya
ialah firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 7 yang berbunyi:
فَإِذَا
فَرَغْتَ فَانْصَبْ
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa tidak ada waktu
untuk berleha-leha, tidak ada waktu untuk berpesta pora, tidak ada waktu untuk
memamerkan pekerjaannya, tidak ada waktu untuk memuji hasil karyanya, dan tidak
terbuai dengan pujian orang lain. Selesai mengerjakan suatu urusan, kita
diperintahkan untuk bersungguh-sungguh mengerjakan urusan yang lain. Seperti
inilah seharusnya seorang muslim bekerja. Bekerja tanpa perintah atau
pengawasan orang lain, bekerja tanpa mengharapkan imbalan, bekerja tanpa
mengharapkan pujian dari orang lain, bekerja dengan penuh semangat, memiliki
etos kerja yang tinggi, serta profesional dalam bekerja.
Inilah
semangat dan etos kerja yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Bekerja
semata-mata mengharapkan keridhoan Allah, bekerja sebagai salah satu media
untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bekerja bukan hanya untuk menimbun harta
benda dan kekayaan, tetapi bekerja untuk memberikan manfaat kepada orang
banyak, untuk dirinya sendiri, untuk keluarganya, dan untuk orang lain serta bekerja keras tanpa melalaikan ibadah kepada Allah
SWT.
Wallahu A’lamu Bishshawaab.
No comments:
Post a Comment