MENGGALI HIKMAH
DALAM SETIAP MUSIBAH
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi
Perdana, 29 April 2011 M / 25 Jumadil Awwal 1432 H)
Oleh: Zulkifli, S.Pd.I
Segala sesuatu itu diciptakan secara
berpasang-pasangan. Ada siang pasti ada malam, ada tua ada muda, ada besar ada
kecil, ada bahagia ada sengsara, ada kaya ada miskin, ada sehat ada sakit, ada
hidup pasti ada mati, ada musibah pasti juga ada hikmah, dan masih banyak lagi
ciptaan Allah yang berpasang-pasangan. Segala sesuatu yang diciptakan oleh
Allah itu pasti memiliki manfaat dan hikmah. Tidak ada sesuatupun yang
diciptakan di muka bumi ini sia-sia. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah
anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka
akan masuk neraka.” (Q.S.
Shaad: 27).
Di ayat lain Allah
berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.” (Q.S.
Ali Imran: 191).
Musibah, Pada dasarnya merupakan sesuatu yang
begitu akrab dengan kehidupan kita. Adakah orang yang tidak pernah mendapatkan
musibah? Tentu tidak ada.
Musibah adalah salah satu bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia. la
adalah sunnatullah yang berlaku atas para hamba-Nya. la bukan berlaku
pada orang-orang yang lalai dan jauh dari nilai-nilai agama saja. Namun ia juga
menimpa orang-orang mukmin dan orang-orang yang bertakwa. Bahkan, semakin
tinggi kedudukan seorang hamba di sisi Allah, maka semakin berat ujian dan
cobaan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Karena Dia akan menguji keimanan dan
ketabahan hamba yang dicintai-Nya.
Sebagai contoh, musibah yang sekarang sedang
heboh di Indonesia yaitu fenomena serangan ulat bulu yang menimpa
beberapa daerah di Indonesia seperti di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur,
Bali, Jawa Tengah, Jakarta, Bandung bahkan sudah sampai ke pulau lombok.
Musibah ini mengingatkan kita dengan serangan hama belalang, kutu, katak, dan
darah pada zaman Nabi Musa dan Fir’aun. Di
dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 132 – 135
disebutkan Firman Allah SWT sebagai berikut: “Mereka
berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir
kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu”.
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah
sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka
adalah kaum yang berdosa. Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah
diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada
Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.
Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu pada kami, pasti kami akan
beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu”. Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari
mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka
mengingkarinya.” (Q.S.Al-A’raaf: 132-135)
Serangan ulat bulu itu semacam peringatan Tuhan
kepada manusia agar memperbaiki diri. Manusia tidak bisa menjaga keseimbangan
alam sehingga situasinya menjadi begini: perubahan iklim sebagai efek pemansan
global akibat ulah manusia, matinya predator ulat karena ketamakan manusia
menangkap burung dan semut rang-rang untuk makan hewan peliharaan, dan sebagainya.
Musibah atau bencana
seperti ulat bulu ini harusnya menjadi peringatan bagi kita supaya kita dapat
mengambil hikmah dari peristiwa tersebut, akan tetapi sayangnya hanya sedikit
yang bisa mengambil hikmah dari musibah yang sedang kita hadapi saat ini. Ujian yang semestinya mendongkrak kualitas
keimanan dan mengantar pada keberkahan ternyata sering membawa kepada murka
Allah. Tak lain karena orang yang terkena musibah tak mampu bersabar dalam
menghadapinya.
Sesungguhnya di balik musibah itu terdapat
hikmah dan pelajaran yang banyak bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan
semuanya kepada Allah SWT yang telah mentaqdirkan itu semua untuk hamba-Nya,
diantara hikmah yang bisa kita petik antara lain adalah:
1. Musibah
akan mendidik jiwa dan menyucikannya dari dosa dan kemaksiatan.
Allah Ta'ala berfirman: “Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(Q.S. Asy-Syura: 30)
2. Mendapatkan
kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.
Itu merupakan balasan dari musibah yang
diderita oleh seorang hamba sewaktu di dunia, sebab kegetiran hidup yang
dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan berubah menjadi kenikmatan di
akhirat dan sebaliknya. Nabi SAW bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang
mukmin dan surga bagi orang kafir.”
3. Sebagai
parameter kesabaran seorang hamba.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu
kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas
cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang
berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
4. Dapat
memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah
Musibah
dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan
ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan
merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang
diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan
lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja.
Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman: “dan apabila Kami memberikan
nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia
ditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.”
5. Memunculkan
berbagai macam ibadah yang menyertainya
Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati
berupa khasyyah (rasa takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang
menyebabkan seorang hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat
kepada Allah menjauhkan diri dari kesesatan.
6. Dapat
mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan
tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas,
lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi
ketika ia ditimpa sakit, mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap, dahak
dan terpaksa harus lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi
manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian,
terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu
namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian
pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas
baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?
7. Memperkuat
harapan (raja’) kepada Allah
Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat
utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan
kuat. Apalagi orang yang terkena musibah besar,
maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan
hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan
untuk keluar dari bencana ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti
ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan
namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan
sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan
sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
8. Merupakan
indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’
bahwa Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah
kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari).
Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan
jiwanya tetap sehat.
9. Allah
tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit
Meskipun ia tidak lagi dapat melakukannya atau
dapat melakukan namun tidak dengan sempurna. Hal ini
dikarenakan seandainya ia tidak terhalang sakit
tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka sakitnya tidaklah
menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk melakukan amalan. Hal ini akan
terus berlanjut selagi dia (orang yang sakit) masih dalam niat atau janji untuk
terus melakukan kebaikan tersebut. Dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah SAW
bersabda: ”Tidak seorangpun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintahkan
kepada para malaikat untuk menjaganya, Allah berfirman kepada malaikat itu,
“Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal shaleh yang (biasa) ia kerjakan
selama ia masih dalam perjanjian denganKu.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya)
10. Dengan
adanya musibah seseorang akan mengetahui betapa besarnya nikmat keselamatan dan
'afiyah
Jika seseorang selalu dalam keadaan senang dan
sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan
kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka
ketika seorang hamba terkena musibah, diharapkan agar ia bisa menyadari betapa
mahalnya nikmat yang selama ini ia terima dari Allah SWT.
Hendaknya
seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun
ia sedang terkena musibah sesungguhnya masih ada orang yang lebih susah
darinya, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi.
Hendaknya ia melihat musibah yang sedang diterimanya dengan keridhaan dan kesabaran serta berserah
diri kepada Allah Dzat yang telah
mentakdirkan musibah itu untuknya sebagai ujian atas keimanan dan kesabarannya.
Ibnul
Qayyim rahimahullah menukil ucapan ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhu:
“Tidaklah turun musibah kecuali dengan sebab dosa dan tidaklah musibah diangkat
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan bertobat.” (Al-Jawabul Kafi hal.
118)
Oleh
karena itulah marilah kita kembali kepada Allah dengan bertaubat dari segala
dosa dan khilaf serta menginstropeksi diri kita masing-masing, apakah kita termasuk
orang yang terkena musibah sebagai cobaan dan ujian keimanan kita ataukah termasuk mereka- wal'iyadzubillah-
yang sedang disiksa dan dimurkai oleh Allah karena kita tidak mau beribadah dan
banyak melanggar larangan-larangan-Nya.
Wallahu
a’lamu bishshawaab.
No comments:
Post a Comment