Home Mengasah Spiritual Mencerdaskan Intelektual: MENGGALI HIKMAH DALAM SETIAP MUSIBAH

2012/05/26

MENGGALI HIKMAH DALAM SETIAP MUSIBAH

MENGGALI HIKMAH DALAM SETIAP MUSIBAH
(Buletin Remas Baiturrahman, Edisi Perdana, 29 April 2011 M / 25 Jumadil Awwal 1432 H)
Oleh: Zulkifli, S.Pd.I

Segala sesuatu itu diciptakan secara berpasang-pasangan. Ada siang pasti ada malam, ada tua ada muda, ada besar ada kecil, ada bahagia ada sengsara, ada kaya ada miskin, ada sehat ada sakit, ada hidup pasti ada mati, ada musibah pasti juga ada hikmah, dan masih banyak lagi ciptaan Allah yang berpasang-pasangan. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah itu pasti memiliki manfaat dan hikmah. Tidak ada sesuatupun yang diciptakan di muka bumi ini sia-sia. Allah SWT berfirman: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (Q.S. Shaad: 27).
Di ayat lain Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran: 191).
Musibah, Pada dasarnya merupakan sesuatu yang begitu akrab dengan kehidupan kita. Adakah orang yang tidak pernah mendapatkan musibah? Tentu tidak ada. Musibah adalah salah satu bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia. la adalah sunnatullah yang berlaku atas para hamba-Nya. la bukan berlaku pada orang-orang yang lalai dan jauh dari nilai-nilai agama saja. Namun ia juga menimpa orang-orang mukmin dan orang-orang yang bertakwa. Bahkan, semakin tinggi kedudukan seorang hamba di sisi Allah, maka semakin berat ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Karena Dia akan menguji keimanan dan ketabahan hamba yang dicintai-Nya.
Sebagai contoh, musibah yang sekarang sedang heboh di Indonesia yaitu fenomena serangan ulat bulu yang menimpa beberapa daerah di Indonesia seperti di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, Jakarta, Bandung bahkan sudah sampai ke pulau lombok. Musibah ini mengingatkan kita dengan serangan hama belalang, kutu, katak, dan darah pada zaman Nabi Musa dan Firaun. Di dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 132 – 135 disebutkan Firman Allah SWT sebagai berikut: “Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu”. Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu”.  Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya.” (Q.S.Al-A’raaf: 132-135)
Serangan ulat bulu itu semacam peringatan Tuhan kepada manusia agar memperbaiki diri. Manusia tidak bisa menjaga keseimbangan alam sehingga situasinya menjadi begini: perubahan iklim sebagai efek pemansan global akibat ulah manusia, matinya predator ulat karena ketamakan manusia menangkap burung dan semut rang-rang untuk makan hewan peliharaan, dan sebagainya.
Musibah atau bencana seperti ulat bulu ini harusnya menjadi peringatan bagi kita supaya kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut, akan tetapi sayangnya hanya sedikit yang bisa mengambil hikmah dari musibah yang sedang kita hadapi saat ini. Ujian yang semestinya mendongkrak kualitas keimanan dan mengantar pada keberkahan ternyata sering membawa kepada murka Allah. Tak lain karena orang yang terkena musibah tak mampu bersabar dalam menghadapinya.
Sesungguhnya di balik musibah itu terdapat hikmah dan pelajaran yang banyak bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT yang telah mentaqdirkan itu semua untuk hamba-Nya, diantara hikmah yang bisa kita petik antara lain adalah:
1.    Musibah akan mendidik jiwa dan menyucikannya dari dosa dan kemaksiatan.
Allah Ta'ala berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. Asy-Syura: 30)
2.    Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.
Itu merupakan balasan dari musibah yang diderita oleh seorang hamba sewaktu di dunia, sebab kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya. Nabi SAW bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
3.      Sebagai parameter kesabaran seorang hamba.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
4.      Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja. Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman: “dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.”
5.      Memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya 
Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat kepada Allah menjauhkan diri dari kesesatan.
6.      Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala
Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya. Akan tetapi ketika ia ditimpa sakit, mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap, dahak dan terpaksa harus lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian, terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?
7.      Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah
Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi orang yang terkena musibah besar,  maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk keluar dari bencana ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
8.      Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari). Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.
9.      Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit
Meskipun ia tidak lagi dapat melakukannya atau dapat melakukan namun tidak dengan sempurna. Hal ini
dikarenakan seandainya ia tidak terhalang sakit tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka sakitnya tidaklah menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk melakukan amalan. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (orang yang sakit) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak seorangpun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk menjaganya, Allah berfirman kepada malaikat itu, “Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal shaleh yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian denganKu.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya)
10.  Dengan adanya musibah seseorang akan mengetahui betapa besarnya nikmat keselamatan dan 'afiyah
Jika seseorang selalu dalam keadaan senang dan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba terkena musibah, diharapkan agar ia bisa menyadari betapa mahalnya nikmat yang selama ini ia terima dari Allah SWT.
Hendaknya seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun ia sedang terkena musibah sesungguhnya masih ada orang yang lebih susah darinya, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi. Hendaknya ia melihat musibah yang sedang diterimanya  dengan keridhaan dan kesabaran serta berserah diri kepada Allah Dzat  yang telah mentakdirkan musibah itu untuknya sebagai ujian atas keimanan dan kesabarannya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menukil ucapan ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhu: “Tidaklah turun musibah kecuali dengan sebab dosa dan tidaklah musibah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan bertobat.” (Al-Jawabul Kafi hal. 118)
Oleh karena itulah marilah kita kembali kepada Allah dengan bertaubat dari segala dosa dan khilaf serta menginstropeksi diri kita masing-masing, apakah kita termasuk orang yang terkena musibah sebagai cobaan dan ujian keimanan kita  ataukah termasuk mereka- wal'iyadzubillah- yang sedang disiksa dan dimurkai oleh Allah karena kita tidak mau beribadah dan banyak melanggar larangan-larangan-Nya.

Wallahu a’lamu bishshawaab.

No comments:

Post a Comment