REVOLUSI ILMIAH THOMAS KUHN DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBAHARUAN
HUKUM ISLAM
Oleh:
Zulkifli, S.Pd.I*
A.
PENDAHULUAN
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan
telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya ilmu? Untuk apa ilmu itu dipergunakan?[1]
Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terkait dengan aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka
teori keilmuwan dan juga paradigma keilmuwan, terdapat beberapa
filsuf yang terkenal karena hasil pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap
perkembangan suatu ilmu, Salah satu tokoh filsafat yang terkenal
yakni Thomas Kuhn yang mengarang buku The Structure of Scientific Revolution
tahun 1962. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fundamental tentang image
atau konsep ilmu terutama ilmu sains yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat
ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan
dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik.[2]
Dengan konsep pemikirannya ini, Thomas Kuhn tidak hanya sekedar memberikan
kontribusi besar dalam sejarah dan filsafat ilmu, tetapi lebih dari itu, dia
telah menggagas teori-teori yang mempunyai implikasi luas dalam ilmu-ilmu
sosial, seni, politik, pendidikan bahkan ilmu-ilmu keagamaan, termasuk juga
dalam pembaharuan hukum Islam dan lain-lain.
B.
BIOGRAFI
THOMAS KUHN
Sebelum kita
mempelajari pemikiran seseorang atau suatu tokoh, alangkah baiknya jika kita
mengetahui latar belakang atau biografi kehidupannya agar kita dapat melihat
kondisi atau keadaan sosio-cultural pada saat tokoh tersebut hidup dan
mengemukakan teorinya serta mengembangkan teorinya.
Tokoh filsuf
ini mempunyai nama lengkap Thomas Samuel Kuhn, dia lahir pada tanggal 18 Juli 1922
di Cincinnati, Ohio, Amerika, putera dari Samuel L Kuhn, ayahnya adalah seorang
Insinyur industry dan mantan Annette Stroock. Kuhn mempunyai isteri yang bernama Jehane R Kuhn, dari
pernikahannya dengan Jehane ia dikaruniai dua orang puteri yang bernama Sarah
Kuhn di Framingham, Massachussets, dan Elizabeth Kuhn di Los Angeles, serta
seorang putera yang bernama Nathaniel S Kuhn di Alington, Massachussets. Sebenarnya
sebelum Kuhn menikah dengan Jehane, ia pernah menikah dengan seorang wanita
yang bernama Kathryn Muhs di Princeton, New Jersey. Thomas Kuhn
adalah seorang filosof ilmu pengetahuan, yang pada mulanya ia adalah seorang
mahasiswa yang kuliah pada bidang ilmu fisika teoritik sebelum konsentrasi pada
sejarah ilmu pengetahuan di Universitas Hardvard.
Pada tahun
1943 ia mendapat gelar Sarjana Muda. Gelar Master ia
dapatkan pada tahun 1946. Kemudian pada
tahun 1949 Kuhn menerima gelar Ph.D, dalam satu bidang dan satu Universitas
yaitu bidang fisika dari Hardvard University dan di sana ia
diangkat sebagai Asisten Professor di bidang
Pendidikan Umum dan Sejarah Ilmu.
Pada tahun
1954 Kuhn mendapat gelar Guggenheim Fellow. Pada tahun 1956 ia menjadi Dosen di
University of California, Barkeley. Kemudian pada tahun 1961 ia menjadi
Professor penuh dalam bidang sejarah ilmu, dan pada tahun 1964 mendapat gelar
Professor dalam bidang filsafat dan
sejarah ilmu di Universitas Princeton dalam bidang filsafat di MIT.
Pada tahun
1979 ia kembali ke Boston, dan saat itu pula ia diangkat sebagai Professor Filsafat
dan Sejarah Ilmu di Massachussets Institute of Technology. Pada tahun 1982 Kuhn
mendapat penghargaan George Sarton Medal di bidang Sejarah Ilmu, dan mendapat
gelar Honorary dari beberapa Institut, seperti
Columbia University, dan beberapa universitas lain seperti Notre Dame, Chicago,
Padua, Athena, dan lain sebagainya. Kemudian pada
tahun 1983 Kuhn kembali dikukuhkan sebagai Professor. Dia diangkat sebagai
pemegang rekor pertama dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu, dan pada tahun
1991 dan pensiun dengan tetap memegang predikat Professor Emeritus.[3]
Pada tahun
1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu
meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial
Tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge
Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat
banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi
sebagai Lowel Lecturer pada
tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih
banyak penghargaan lain.
Karya Kuhn
cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari
filsuf ilmu dan ilmuwan adalah The Structure of Scientific Revolution, sebuah buku
yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan dalam
kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset
dan sejarah serta filsafat sains.[4]
C.
KERANGKA
EPISTEMOLOGI THOMAS KUHN
1.
Urgensi
Sejarah Ilmu
Pada pendahuluan di atas telah disinggung
bahwa sosok Thomas Kuhn adalah mula-mula sebagai seorang ahli fisika yang dalam
perkembangannya mendalami sejarah ilmu dan filsafat ilmu. Karena begitu
antusiasnya kepada kesadaran akan pentingnya sejarah ilmu, ia bahkan mengklaim
bahwa filsafat ilmu sebaiknya berguru kepada sejarah ilmu yang baru.
Sejarah, jika
dipandang lebih sebagai khazanah dari pada sebagai anekdot atau kronologi,
dapat menghasilkan transformasi yang menentukan dalam citra sains yang merasuki
kita sekarang. Citra itu telah dibuat sebelumnya, bahkan oleh para ilmuwan
sendiri, terutama dari studi tentang pencapaian ilmiah yang tuntas seperti yang
direkam dalam karya-karya klasik, dan yang lebih baru, dalam buku-buku teks
yang dipelajari oleh generasi ilmuwan yang baru untuk mempraktekkan
kejuruannya.[5]
Jika sains itu
konstelasi fakta, teori, dan metode yang dihimpun dalam buku-buku teks yang ada
sekarang, maka para ilmuwan adalah orang-orang yang, berhasil atau tidak,
berusaha untuk menyumbangkan suatu unsur ke dalam konstelasi tertentu itu.
perkembangan sains menjadi proses sedikit demi sedikit yang menambahkan
item-item ini, satu per satu atau dalam bentuk gabungan, kepada timbunan yang
semakin membesar yang membentuk teknik dan pengetahuan sains. Dan sejarah sains
menjadi disiplin yang berturut-turut mencatatkan tambahan-tambahan yang
terus-menerus ini maupun rintangan-rintangan yang mengisi akumulasi itu. karena
berurusan dengan perkembangan sains, maka sejarahwan itu tampaknya mempunyai
dua tugas utama. Di satu pihak ia harus menetapkan oleh orang apa dan pada saat
mana fakta, dalil, dan teori sains kontemporer itu ditemukan atau diciptakan.
Di pihak lain, ia harus mengguraikan dan menerangkan penumpukan kekeliruan,
mitos, dan takhayul yang mengisi akumulasi yang lebih cepat dari unsur-unsur
pokok buku teks sains modern.[6]
Pada tahun 1950-an, ketika Kuhn
memulai studi sejarah ilmu pengetahuan, sejarah ilmu pengetahuan masih muda dalam disiplin akademis. Meskipun demikian, itu
menjadi jelas bahwa perubahan ilmiah tidak selalu langsung sebagai standar,
pandangan tradisional akan memilikinya. Kuhn adalah yang pertama dan penulis
paling penting untuk mengartikulasikan sebuah alternatif dikembangkan nilai
dalam filsafat ilmu. Kuhn sepenuhnya sadar akan pentingnya inovasi-nya untuk
filsafat, dan memang pekerjaannya disebut 'sejarah untuk tujuan filosofis'.[7]
Gagasan Thomas Kuhn ini sekaligus
merupakan tanggapan terhadap pendekatan Popper pada filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Kuhn, popper memutar balikkan kenyataan dengan terlebih dahulu
menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul dengan
upaya falsifikasi. Namun Popper justru menempatkan sejarah ilmu pengetahuan
sebagai contoh untuk menjustifikasi teorinya.[8]
Hal ini sangat bertolak belakang
dengan pola pikir Thomas Kuhn yang lebih mengutamakan sejarah ilmu sebagai
titik awal segala penyelidikan. Dengan demikian filsafat ilmu diharapkan bisa
semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah yang sesungguhnya. Begitu
urgensinya sejarah ilmu ini dalam membuktikan teori-teori atau sistem, dapat
menghantarkan kemajuan revolusi-revolusi ilmiah. Menurut Thomas Kuhn bahwa
kemajuan ilmiah itu pertama-tama bersifat revolusioner, bukan maju secara
kumulatif.[9]
2.
Paradigma dan
Normal Science
Untuk menemukan hubungan antara
kaidah, paradigma, dan sains yang normal perlu diperhatikan
lebih dulu bagaimana sejarahwan mengisolasi tempat-tempat tertentu dari
komitmen yang baru saja diuraikan sebagai kaidah-kaidah yang diterima.
Penyelidikan historis yang cermat terhadap suatu spesialitas tertentu pada masa
tertentu menyingkapkan seperangkat keterangan yang berulang-ulang dan kuasi standar
tentang beberapa teori dalam penerapan konseptual, observasional, dan
instrumental. Inilah paradigma-paradigma masyarakat yang diungkapkan dalam
buku-buku teks, ceramah-ceramah, dan praktek-praktek laboratoriumnya. Dengan
mempelajarinya dan dengan mempraktekkannya bersama mereka, anggota-anggota
masyarakat yang bersangkutan itu mempelajari kejuruan mereka. Tentu saja selain
itu sejarahwan akan menemukan daerah penumbra yang ditempati pencapaian-pencapaian
yang statusnya masih diragukan, tetapi inti masalah-masalah dan
teknik-tekniknya biasanya akan menjadi jelas. Meskipun kadang-kadang terdapat
ambiguitas, paradigma-paradigma masyarakat sains yang matang bisa ditentukan
dengan relatif mudah.[10]
Penentuan paradigma-paradigma
bersama itu, bagaimana pun, bukan penentuan kaidah-kaidah bersama. Hal itu
menuntut langkah kedua, yaitu langkah yang agak berbeda jenisnya. Ketika
melakukannya, sejarahwan harus membandingkan paradigma-paradigma masyarakat itu
satu sama lain dengan laporan-laporan riset pada masa itu.
Paradigma-paradigma bisa menentukan
sains yang normal tanpa campur tangan kaidah-kaidah yang dapat ditemukan.[11]
Kuhn berpendapat bahwa sains atau ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan
waktu, maka dari itu suatu paradigma hanya sesuai untuk permasalahan yang ada
pada saat tertentu saja. Sehingga ketika dihadapkan pada persoalan yang berbeda
dan dalam kondisi atau situasi yang berbeda pula, perpindahan antara satu
paradigma menuju paradigma yang baru yang lebih sesuai itu sangat dibenarkan
dan merupakan suatu keharusan. Hal itu menunjukan bahwa suatu paradigma tidak
akan bersifat mutlak, dalam artian mengikuti kondisi dan suatu permasalahan
tertentu.[12]
Adapun
paradigma menurut Kuhn ada dua pengertian, yang pertama, yaitu paradigma
berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki oleh
anggota masyarakat ilmiah tertentu. Yang kedua, Kuhn mengemukakan bahwa paradigma
merupakan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang konkret yang jika digunakan
sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara
eksplisit menjadi dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains
yang belum tuntas. Paradigma
merupakan elemen primer dalam proses sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja
dalam paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma
dasar.
Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang
secara open-ended (sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan).
Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah.
Dengan demikian, filsafat ilmu diharapkan lebih mendekati kenyataan ilmu dan
aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurutnya, ilmu harus berkembang secara
revolusioner bukan berkembang secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum
rasionalis dan empiris klasik, sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis, historis serta psikologis ikut berperan. Singkatnya
paradigma menurut Thomas Kuhn dapat diartikan sebagai, "Seluruh konstelasi
kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki oleh suatu komunitas ilmiah dalam
memandang sesuatu (fenomena)".[13]
Dengan demikian, paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi
segenap komunitas ilmiah. Dalam komunitas tersebut mereka membaca, menafsirkan,
mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn paradigmalah yang
menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuawan, tanpa
paradigma tertentu para ilmuawan tidak bisa mengumpulkan fakta-fakta, dengan
tiadanya paradigma atau calon paradigma tertentu, semua fakta yang mungkin
sesuai dengan perkembangan ilmu tertentu tampak seakan sama-sama relevan, akibatnya
pengumpulan fakta hampir semuanya merupakan aktivitas
acak.[14]
Aktivitas yang
terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu
akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal yang telah
dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri dari
asumsi-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk
penerapannya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti
inilah yang dikatakan dalam tahapan paradigma normal science.[15]
Ilmuwan-ilmuwan yang
risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaidah-kaidah dan
standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disepakati
pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma
disajikan tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah
partikel yang sangat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman
tersebut.
Dari penjelasan di atas bisa
dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa pendapat mengenai
hal-hal fundamental di antara para ilmuwan, sehingga paradigma tunggal diterima
oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut dilindungi dari
kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi.
Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science.
Untuk lebih
jelasnya, berikut akan dijelaskan analisis Kuhn
tentang sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa praktek ilmu datang dalam
tiga fase; yaitu[16]:
a. Tahap pertama, tahap pra-ilmiah,
yang mengalami hanya sekali dimana tidak ada konsensus tentang teori apapun.
penjelasan Fase ini umumnya ditandai oleh beberapa teori yang tidak sesuai dan
tidak lengkap. Akhirnya salah satu dari teori ini "menang".
b. Tahap kedua, Normal Science.
Seorang ilmuwan yang bekerja dalam fase ini memiliki teori override
(kumpulan teori) yang oleh Kuhn disebut sebagai paradigma. Dalam ilmu
pengetahuan normal, tugas ilmuwan adalah rumit, memperluas, dan lebih
membenarkan paradigma. Akhirnya, bagaimanapun, masalah muncul, dan teori ini
diubah untuk mengakomodasi bukti eksperimental yang mungkin tampaknya
bertentangan dengan teori asli. Akhirnya, teori penjelasan saat ini gagal untuk
menjelaskan beberapa fenomena atau kelompok dari padanya, dan seseorang
mengusulkan penggantian atau redefinisi dari teori ini.
c. Tahap ketiga, pergeseran
paradigma, mengantar pada periode baru ilmu pengetahuan revolusioner. Kuhn
percaya bahwa semua bidang ilmiah melalui pergeseran paradigma ini
berkali-kali, seperti teori-teori baru menggantikan yang lama.
Sebagi contoh fenomena adanya
pergeseran paradigma ini adalah tentang saran Copernicus bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan
saran Ptolemeus bahwa Matahari (dan planet-planet lain dan bintang-bintang)
berputar mengelilingi bumi. Sebelum Copernicus ada set yang rumit epicycles (lingkaran di atas
lingkaran) yang digunakan untuk memprediksi pergerakan 'benda langit'.
Epicyclic asli Ptolmey kombinasi itu, oleh Abad Pertengahan, menjadi terlihat
kurang memadai, dan 'memperbaiki'; oleh astronom kemudian lebih dan lebih
rumit. Copernicus menawarkan kembali ke pandangan alternatif
(disarankan oleh banyak orang di Antiquity), tetapi dengan lebih data yang lebih baik untuk
mendukungnya; account baru ini menurunkan kompleksitas teori yang diperlukan
untuk menjelaskan pengamatan yang tersedia. Tentu saja, sekali oleh Copernicus 'teori ini diterima oleh para astronom lain, itu
diantara masuk periode baru' sains normal '. Penyempitan ditambahkan oleh Kepler dan Newton berpegang pada paradigma baru. Contoh-contoh lainnya
yang lebih baru adalah penerimaan Einstein relativitas umum untuk menggantikan Newton tentang gravitasi pada tahun 1920 dan 1930; dan lempeng
tektonik Wegener tahun 1960 oleh ahli geologi.[17]
Menurut Kuhn, ilmu sebelum dan
sesudah pergeseran paradigma begitu jauh berbeda melihat teori-teori mereka
yang tak tertandingi - pergeseran paradigma tidak hanya mengubah satu teori,
hal itu akan mengubah cara bahwa kata-kata yang didefinisikan, cara para
ilmuwan melihat mereka subjek, dan mungkin yang paling penting
pertanyaan-pertanyaan yang dianggap sah, dan aturan-aturan yang digunakan untuk
menentukan kebenaran suatu teori tertentu.
Contoh lain dari pergeseran
paradigma dalam ilmu alam yaitu beberapa "kasus-kasus klasik" dari
pergeseran paradigma Kuhn dalam ilmu pengetahuan adalah:
a.
Penerimaan teori Biogenesis, bahwa semua kehidupan
berasal dari kehidupan, yang bertentangan dengan teori generasi spontan, yang dimulai
pada abad ke-17 dan tidak lengkap hingga abad ke-19 dengan Pasteur.
Adapun contoh dalam bidang
ilmu-ilmu sosial diantaranya tentang: The Keynesian Revolution yang biasanya
dipandang sebagai pergeseran besar dalam makroekonomi. Menurut John Kenneth Galbraith mengatakan, Hukum didominasi pemikiran ekonomi sebelum
Keynes selama lebih dari satu abad, dan peralihan ke Keynesianisme sangat
sulit. Ekonom yang bertentangan dengan hukum, yang disimpulkan bahwa setengah
pengangguran dan kurangnya investasi (ditambah dengan oversaving) adalah
tidak mungkin, beresiko kehilangan karier mereka.
Dalam magnum opus, Keynes dikutip salah seorang pendahulunya, JA Hobson, yang
berulang-ulang menyangkal posisi di universitas untuk teori sesat. Monetarists
berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak penting bagi stabilisasi ekonomi,
berbeda dengan Keynes pandangan bahwa baik kebijakan fiskal dan moneter yang
penting.
Konsep sentral Kuhn adalah apa yang dinamakan
dengan paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam
berbagai keterangannya sering berubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat
kaitannya dengan istilah “sains normal”. Kuhn mengemukakan bahwa sains normal
adalah beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (contoh-contoh yang
bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan
model-model yang melahirkan tradisi-tradisi tertentu dari riset ilmiah. Atau
dengan kata lain, sains normal adalah kerangka referensi yang mendasari
sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam periode tertentu.
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam
masa sains normal, di mana ilmuwan berkesempatan mengembangkan secara rinci dan
mendalam. Dalam tahap ini ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang
membimbing aktifitas ilmiahnya dan selama menjalankan riset ini ilmuwan bisa
menjumpai berbagai fenomena yang disebut anomali. Jika anomali ini kian
menumpuk, maka bisa timbul krisis.
Dalam krisis inilah paradigma mulai
dipertanyakan. Dengan demikian sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal.
Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang
lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma
tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika
yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Dari sini nampak bahwa paradigma pada saat
pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan
maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari
pada saingannya dalam memecahkan masalah yang mulai diakui oleh kelompok
praktisi bahwa masalah-masalah itu rawan. Keberhasilan sebuah paradigma semisal
analisis Aristoteles mengenai gerak, atau perhitungan Ptolemaeus tentang
kedudukan planet, atau yang lainnya. Pada mulanya sebagian besar adalah janji
akan keberhasilan yang dapat ditemukan contoh-contoh pilihan dan yang belum
lengkap. Dan ini sifatnya masih terbatas serta ketepatannya masih
dipertanyakan.
Dalam perkembangan selanjutnya, secara
dramatis, ketidakberhasilan teori Ptolemaeus betul-betul terungkap ketika
muncul paradigma baru dari Copernicus. Contoh lain tentang hal ini, misalnya
bisa dilihat pada bidang fisika yang berkenaan dengan teori cahaya. Mula-mula
cahaya dinyatakan sebagai foton, yaitu maujud mekanis kuantum yang
memperlihatkan beberapa karakteristik gelombang dan beberapa karakteristik
partikel. Teori ini menjadi landasan riset selanjutnya yang hanya berumur
setengah abad dan berakhir ketika muncul teori baru dari Newton yang
mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat halus. Teori ini pun
sempat diterima oleh hampir semua praktisi sains optika, kemudian muncul teori
baru yang bisa dikatakan lebih "unggul" yang digagas oleh Young dan
Fresnel pada awal abad XIX yang selanjutnya dikembangkan oleh Planck dan
Einstein, yaitu bahwa cahaya adalah gerakan gelombang tranversal.
Transformasi-transformasi paradigma semacam
ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu
ke paradigma yang lainnya melalui revolusi. Hal ini merupakan perkembangan yang
biasa dari sains yang telah matang.[18]
3.
Anomali dan
Munculnya Penemuan Sains
Sains yang
normal adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam
tujuannya, perluasan secara tetap ruang lingkup dan presisi pengetahuan sains.
Dengan segala hal ini ia dengan presisi yang tinggi cocok dengan kebanyakan
citra yang biasa tentang karya ilmiah. Namun, satu produk standar dari kegiatan
ilmiah ini tidak ada. Sains yang normal tidak ditujukan kepada
kebaruan-kebaruan fakta atau teori, dan jika berhasil, tidak menemukan hal-hal
tersebut. Meskipun demikian, gejala-gejala baru dan tak terduga tersebut berulang
kali tersingkap oleh riset ilmiah dan teori-teori baru yang radikal
terus-menerus diciptakan oleh para ilmuwan. Bahkan sejarah mengemukakan bahwa
kegiatan ilmiah ini telah mengembangkan teknik yang kekuatannya tiada
bandingannya untuk menghasilkan kejutan-kejutan jenis ini. Jika karakteristik
sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang
mengikuti sebuah paradigma harus merupakan cara yang sangat efektif untuk
mendorong perubahan paradigma. Itulah yang dilakukan oleh kebaruan-kebaruan
fakta dan teori yang fundamental. Jika dihasilkan secara ceroboh oleh suatu
permainan yang dilakukan di bawah suatu perangkat peraturan, maka asimilasinya
menuntut perluasan perangkat yang lain. Setelah menjadi bagian dari sains,
kegiatan itu, setidak-tidaknya kegiatan para spesialis di dalam bidangnya yang
tertentu terdapat hal-hal baru itu, tidak akan pernah persis sama lagi.[19]
Data anomali berperan besar dalam
memunculkan sebuah penemuan baru yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam keterkaitan
ini, Kuhn menguraikan dua macam kegiatan ilmiah yaitu[20]:
a. Puzzle solving
Dalam puzzle solving, para ilmuwan
membuat percobaan dan mengadakan observasi yang tujuannya untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran.
Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau
malah berefek konflik, maka suatu paradigma baru harus diciptakan/dimunculkan.
b. Penemuan paradigma baru
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa
terasing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang
berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni
dengan pengakuan bahwa alam dengan suatu cara telah melanggar pengharapan yang
didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut
dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia
hanya berakhir jika teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang
menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Jadi, intinya bahwa dalam penemuan baru
harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru. Dari teori ini
Thomas Kuhn memberikan definisi yang berbeda antara discovery dan invention.
Yang dimaksud discovery adalah kebaruan faktual (penemuan), sedang invention
adalah kebaruan teori (penciptaan) yang mana keduanya saling terjalin erat satu
sama lain.
4.
Revolusi
Ilmiah: Permasalahan dan Keutamaannya
Pada uraian di atas telah disinggung
tentang revolusi sains (revolusi ilmiah) yang muncul karena adanya anomali
dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan munculnya krisis yang
tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang dijadikan sebagai referensi riset.
Revolusi sains di sini merupakan sebuah episode
perkembangan non-kumulatif yang di dalamnya terangkum sebuah paradigma
lama yang diganti sebagian atau keseluruhan dengan paradigma baru (yang
bertentangan).[21]
Adanya revolusi sains bukanlah hal yang berjalan mulus tanpa hambatan, namun
kerap kali ada pro-kontra serta gesekan-gesekan dari masyarakat yang
menyertainya. Sebagai contoh: misalnya mengenai perdebatan antara pendukung
Aristoteles dengan pendukung Galileo dalam melihat benda berayun. Aristoteles
membuat teori bahwa benda berayun itu hanyalah jatuh dengan kesulitan karena
tertahan oleh rantai. Sedang Galileo memandang benda yang berayun itu dari sisi
pendulumnya.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada
standar baku melainkan hanyalah menyesuaikan diri terhadap persetujuan
masyarakat. Adanya revolusi sains dengan berbagai teori argumentatifnya akan
membentuk masyarakat sains. Oleh karena itu, permasalahan paradigma / munculnya
paradigma baru sebagai akibat dari revolusi sains tiada lain hanyalah sebuah
konsensus atau kesepakatan yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan
akademisi atau masyarakat itu sendiri. Sejauh mana paradigma baru itu diterima
oleh mayoritas masyarakat sains, maka disitulah revolusi sains (revolusi
ilmiah) akan terwujud. Selama proses revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal
baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat
dikenalnya untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat
profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana objek-objek yang
sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur
dengan objek-objek yang tidak dikenal. Kalaupun ada ilmuwan atau sebagian kecil
ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma yang baru sebagai landasan risetnya,
dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar yang sudah tidak
mendapat legitimasi dari masyarakat sains, maka aktifitas-aktifitas risetnya
hanya merupakan tautologi yang tidak bermanfaat sama
sekali. Inilah yang dinamakan perlunya revolusi ilmiah.[22]
D.
RELEVANSI
PEMIKIRAN THOMAS KUHN TERHADAP PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM
Hukum Islam memeliki sumber utama, berupa wahyu dari Allah, yang
membedakannya dengan sistem perundang-undangan lainnya yang semata-mata
mengandalkan hasil ciptaan manusia. Kecuali itu hukum Islam juga tidak dapat
dipisahkan dari tujuan diturunkannya agama Islam itu sendiri untuk menjaga
kemaslahatan bagi kehidupan manusia dalam rangka mengangkat martabat
kemanusiaan itu sendiri.
Dalam perkembangan selanjutnya hukum Islam harus berhadapan dengan realitas
tuntutan umat Islam sebagai subyek dan sekaligus objek hukum tersebut. Dari
sini timbul masalah, terutama ketika hukum Islam, tidak mampu “berpacu” dengan
tuntutan baru masyarakat. Bahkan dalam bentuknya yang sangat ekstrem hukum
Islam menghadapi dilema. Keampuhannya sangat tergantung pada kemampuannya merespon
tuntutan perkembangan tersebut.[23]
Oleh karena itu, diperlukan suatu gagasan dan paradigma sebagai upaya untuk
mengembangkan hukum Islam tersebut. Dalam hal ini, ada beberapa
gagasan bagi pengembangan wacana ilmu-ilmu Agama dan Sains ke depan dengan
paradigmanya adalah sesuatu hal yang perlu guna memahami tuntutan masyarakat
dan perkembangan zaman. Perlu adanya shifting paradigma di bidang
epistemologi keilmuwan Islam yakni dari epistemologi keislaman
normatif-tekstual-bayani yang berakibat pada sulitnya mengadopsi dan
mengelaborasi wawasan dan temuan baru di bidang sains; ke epistemologi keilmuwan
Islam kontemporer yang bercorak intuitif-spiritual-irfani (secara aksiologis)
yang banyak berkaitan dengan dimensi etika
bagi pengembangan sains; maupun yang bercorak empiris-historis-burhani (secara
epistemologis) yang berdampak pada adanya temuan baru di bidang sains.
Bangunan
pemikiran Thomas Kuhn dengan jargonnya paradigma dan revolusi sains, secara
lebih komprehensif dapat diaplikasikan dalam menyoroti esensi atau fundamental
struktur dari ilmu-ilmu agama, khususnya
ilmu fiqh (hukum Islam). Berkaitan dengan gagasan Kuhn tersebut, banyak
kritikan dan kajian yang menilai bahwa konstruksi
bangunan Ushul Fiqh klasik sebagai sebuah metodologi istinbath hukum sudah
tidak relevan lagi. Respon ini beragam baik dari yang hanya bersifat sebuah
kritikan, tawaran alternatif sampai upaya rekontruksi dan dekontruksi
terhadapnya.
Sementara itu
dalam kajian hukum Islam kontemporer telah lahir gerakan untuk mendobrak taklid
dan menghidupkan kembali ijtihad untuk mengembangkan hukum Islam yaitu gerakan
yang muncul untuk menetapkan ketentuan hukum yang mampu menjawab permasalahan
dan perkembangan baru yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.[24]
E.
KESIMPULAN
Melihat
pengembangan epistemologi dari Thomas Kuhn di atas, tentunya revolusi
ilmiah yang telah dikembangkan Thomas Kuhn telah membawa perubahann besar dalam
peradaban manusia dan Islam. Kuhn telah menarik fakta bahwa para filosof ilmu
pada umumnya tidak menghiraukan persoalan hermeneutik yang pokok seperti
persoalan tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh seorang ilmuwan. Menurut
Kuhn rasioanalitas ilmiah yang sebetulnya ambigu itu pada dasarnya bukanlah
semata-mata perkara induksi atau deduksi atau juga rasioanalis objektif,
melainkan lebih pada perkara interpretasi dan persuasi yang cenderung lebih
bersifat subjektif.
Oleh karena
itu, segala yang dikatakan ilmu tentang dunia dan kenyataan sebetulnya terkait
erat dengan paradigma dan model atau skema interpretasi tertentu yang digunakan
oleh ilmuwannya. Cara
ilmuwan memandang dunia menentukan dunia
macam apa yang dilihatnya. Sementara Paradigma
itu sendiri merupakan elemen primer dalam proses sains. Seorang ilmuwan selalu
bekerja dalam paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan
paradigma dasar. Paradigma adalah seluruh konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki oleh
suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu. Jadi pengetahuan bukanlah foto copy dari sebuah
realitas, melainkan realitas hasil kontruksi manusia. Dan paradigma yang
mendasari konstruksi itu diterima dan dipercayai komunitas para ilmuwan, bukan
karena para ilmuwan itu tahu bahwa itu benar, melainkan karena mereka percaya
bahwa itu yang terbaik, yang paling memberi kemaslahatan
dan harapan bila digunakan untuk riset dan penelitian selanjutnya.
Paradigma yang dikembangkan Thomas Kuhn dalam revolusi ilmiahnya memiliki
nilai guna yang sangat urgen dalam pengembangan ilmu pengetahuan, baik dalam
ilmu alam, ilmu eksak, ilmu sosial, maupun ilmu-ilmu agama. Paradigma itu juga dapat
diterapkan dalam mengembangkan hukum-hukum Islam yang sesuai dengan
kaidah-kaidah fiqih dan ushul fiqih.
DAFTAR PUSTAKA
Amanahme. 2011. Epistemologi: Paradigma Kuhn, http://amanahtp.wordpress.
com/2011/10/10/epistemologi-paradigma-kuhn/, diakses 28 Oktober 2011.
Camp, Adsense. 2010. Revolusi Ilmu Pengetahuan Relevansinya Terhadap
Pembaharuan Hukum Islam, http://afinz.blogspot.com/2010/04/revolusi-ilmu-pengetahuan-relevansinya.html,
diakses 28 Oktober 2011.
Juhaya S. Prof. Dr. 2008. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:
Kencana. Cet.iii.
Kamal, Muhammad Ali Mustofa. 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan
Relevansinya bagi Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.
com/2009/12/ revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
Kattsoff, Louis O. 1992. Elements of Philosophy. Penj. Soejono
Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kuhn, Thomas Samuel. 2000. The Structure of Scientific Revolutions. Penj. Tjun Surjaman. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Cet. III.
Miftah. 2010. Revolusi Ilmiah menurut Thomas Samuel Kuhn, http://munzaro.
blogspot.com/2010/06/revolusi-ilmiah-menurut-thomas-samuel.html, diakses 28 Oktober 2011.
Muslehuddin, Muhammad. 1997. Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran
Orientalis. Yogya: PT. Tiara Wacana. Cet. II.
My Jelly. 2010. Paradigma Thomas Samuel Kuhn, http://freiremuda.blogspot.
com/2010/05/paradigma-thomas-samuel-kuhn.html?zx=78361b381c4700 a3,
diakses 28 Oktober 2011.
Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Cet. Xxi.
Supriyadi,
Dedi. M.Ag. 2009. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Verhak dan Imam R. Haryono. 1989. Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Jakarta: Gramedia.
Wikipedia Ensklopedi Bebas. Filsafat Ilmu, http://id.wikipedia.org/wiki/ Filsafat_ilmu, diakses 31 Oktober 2011.
Zubaedi, dkk. 2007. Filsafat Barat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
*
Makalah ini diajukan
sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh Dr. Abdul Djalal, M.Ag pada Program S2 Kader
Ulama Konsentrasi Aqidah dan Filsafat Hukum Islam Institut Agama Islam Ibrahimy
Situbondo Jawa Timur.
[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah
Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), cet. Xxi, h. 33.
[2] Amanahme, 2011. Epistemologi:
Paradigma Kuhn, http://amanahtp.wordpress.com/ 2011/ 10/10/epistemologi-paradigma-kuhn/, diakses 28
Oktober 2011.
[3] My Jelly, 2011. Paradigma Thomas Samuel
Kuhn, http://freiremuda.blogspot. com/2010/05/paradigma-thomas-samuel-kuhn.html?zx=78361b381c4700a3,
diakses 28 Oktober 2011.
[4] Amanahme,
2011. Epistemologi: Paradigma Kuhn, http://amanahtp.wordpress.com/ 2011/10/10/epistemologi-paradigma-kuhn/, diakses 28
Oktober 2011.
[5] Thomas
S. Kuhn, The Strukture of Scientific Revolotions. Penj. Tjun Surjaman
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. III, h. 1.
[7] Muhammad
Ali Mustofa Kamal, 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi
Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.com/2009/12/
revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
[8] Verhak dan Imam R.Haryono, Filsafat
Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 165.
[9] Muhammad
Ali Mustofa Kamal, 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi
Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.com/2009/12/
revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
[10] Thomas
S. Kuhn, The Strukture..., h. 43.
[11] Thomas
S. Kuhn, The Strukture..., h. 46.
[12] My Jelly, 2011. Paradigma Thomas Samuel Kuhn, http://freiremuda.blogspot. com/2010/05/paradigma-thomas-samuel-kuhn.html?zx=78361b381c4700a3,
diakses 28 Oktober 2011.
[13] My Jelly, 2011. Paradigma Thomas Samuel Kuhn, http://freiremuda.blogspot. com/2010/05/paradigma-thomas-samuel-kuhn.html?zx=78361b381c4700a3,
diakses 28 Oktober 2011.
[14] Amanahme,
2011. Epistemologi: Paradigma Kuhn, http://amanahtp.wordpress.com/ 2011/10/10/epistemologi-paradigma-kuhn/, diakses 28
Oktober 2011.
[15] Ibid.
[16] Muhammad
Ali Mustofa Kamal, 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi
Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.com/2009/12/
revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
[17] Ibid.
[18] Miftah, 2010. Revolusi Ilmiah menurut Thomas Samuel Kuhn, http://munzaro. blogspot.com/2010/06/revolusi-ilmiah-menurut-thomas-samuel.html,
diakses 28 Oktober 2011.
[19] Thomas
S. Kuhn, The Strukture..., h. 52.
[20] Muhammad
Ali Mustofa Kamal, 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi
Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.com/2009/12/
revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
[21] Thomas
S. Kuhn, The Strukture..., h. 91.
[22] Muhammad
Ali Mustofa Kamal, 2009. Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi
Ilmu-Ilmu Agama, http://ustadzmustofakamal.blogspot.com/2009/12/
revolusi-ilmiah-thomas-kuhn-dan.html, diakses 28 Oktober 2011.
[23] Muhammad
Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis (Yogya:
PT. Tiara Wacana, 1997), h. Vii, cet. Ii.
PT. Tiara Wacana, 1997), h. Vii, cet. Ii.
[24] Adsense
Camp, 2010. Revolusi Ilmu Pengetahuan Relevansinya Terhadap Pembaharuan
Hukum Islam, http://afinz.blogspot.com/2010/04/revolusi-ilmu-pengetahuan-relevansinya.html, diakses 28 Oktober 2011.
Menurut Teori Revolusi Som Wyn manusia meruapakan hasil revolusi Alam Semesta di Bumi.
ReplyDeleteManusia paling "muda" datang/hadir di bumi, namun perkembangan otaknya sangat luar biasa.
Dalam sejarah peradaban manusia mengalami empat phase:
1.Phase Spiritual Alamiah, dimana saat itu manusia takut pada lingkungannya, termasuk kekuatan alam.
2. Religi, saat manusia diperkenalkan adanya Alam Abadi dan Tuhan yang menjanjikan kehidupan/kebahagiaan abadi, sehingga manusia berani menghadapi alam yang dipandang hanyalah ciptaan Tuhan. Dengan berlindung pada Kekuasaan Nya manusia berani menghadapi kekuatan Alam.
3. Phase Ilmu pengetahuan yang rasional yang mempertuhan rasio sehingga sebagian manusia tak mempermasalahkan adanya Alam Abadi dan Tuhan yang dipandang sebagai pengekang kebebasan berfikir. Ilmu pengetahuan mempelajari macrocosmos, namun membatasi diri pada Sub Alam Fisika dan memandang Sub Alam Fisika sebagai Alam Semesta.
4.Phase Spiritual ilmiah menginformasikan bahwa disamping memperoleh kebahagiaan abadi lewat iman dan mendapatkan kenikmatan duniawi yang hanya sementara berkat ilmu pengetahuan yang rasional, menurut Spiritual ilmiah manusia dapat hidup "berkesinambungan" lewat
a. sistem informatika yang sanggup menghubungkan seluruh macrocosmos deseluruh Alam Semesta,bukan hanya di Sub Alam Fisika) dan seluruh microcosmos diseluruh Alam Sememesta dalam Wilayah Sub Alam Fisika maupun Sub Alam Transien.
Sistem informatika dapat menghubungkan tempat yang sangat jauh jaraknya dan menghungkan antar waktu yang sangat lama, sehingga terjadi hubungan antar generasi untuk melestarikan ilmu pengetahuan yang rasional maupun iman yang irrasional.
Spiritual Ilmiah tak mempermasalahkan Alam Abadi yang jelas diluar jangkauan kemampuan berfikir manusia, namun mengakui keberadaan dan kebesaran Tuhan YME bukan dasar iman melainkan sebagai hasil pemimkiran.
b. spirit yang sanggup menghubungkan invividu microcosmos diberbagai wilayah di seluruh Alam Semesta dalam Sub Alam Transien dan dalam kurun waktu berbeda-beda berkat kemampuan spirit untuk melakukan reincarnasi.
Keempat tahapan tersebut seakan tumpang tindih, akibat cepatnya perkembangan kemampuan otak manusia.
Dengan FSM : E= - x + y, dapat diinformasikan bahwa Alam Semesta bukan hanya terisi oleh materi, melainkan juga terisi berbagai jenis energi,yang dibekali oleh Tuhan YME kesadaran (consciousnes) untuk mengurusi diri sendir,jenis dan lingkungannya, maka Alam Semesta dapat "teratur" atau cosmos, sehingga dinamakan Macrocosmos (versi TM). Alam Semesta dapat menjadi kacau (chaos) akibat saling berbenturan kepentingan, namun akan segera kembali menjadi cosmos saat masing-masing menyadari kepetintangan bersama.
ReplyDeleteTM menginformasikan bahwa agar Alam Semesta sanggup mengatur/mengurusi dirinya sendiri beserta isinya maka Tuhan YME telah "menyiapakn" hukum untuk mengaturnya, yaitu Hukum Rumah dan Penghuninya, atau Hukum Ekologi Alam Semesta (HEAS) dan menggunakan waktu untuk merubah segalanya (termasuk kesadaran energi).
Menurut TM berdasar kesadaran energi Alam Semesta dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Sub Alam Gaib,
2. Sub Alam Metafisika,.
3. Sub Alam Transien,
4. Sub Alam Fisika:
5. Sub Alam Organsime
TM juga menginformasikan adanya non energi berdasar FSW E#-x + y, diantaranya adalah soul(z) yang tak mungkin terakses oleh kemampuan manusia, apalagi lewat kemampuan berfikir atau mengindra. Non energi sepenuhnya merupakan rahasia Tuhan YME.
Namun non inergi (termasuk z) dapat berinteraksi vitalistik dengan body yang tersusun dari energi membentuk "individu makluk hidup" yang berupa microcosmos (keteraturan kecil). Microcosmos dapat terakses oleh kemampuan manusia karena memiliki unsur energi.
Teori Som Wyn atas dasar FSM dan FSW menginformasikan berbagai tingkat microcosmos:
1. Living organisme,
2. Living astral body atau spirit,
3. Living darbody,
4. Living bright body
5. Talent body,
6. Holly body,
7. Non body yang tak bertubuh energi
TM sekedar informasi, sehingga jika berwanfaat, misalnya sanggup menjawab fenomena yang sulit dijelaskan oleh teori yang telah ada, silakan pakai, namun jika tak bermanfaat atau merugikan silakan buang "kembali" ke keranjang sampah.
ReplyDeleteMengapa demikian? TM adalah aktualisasi dari teori-teori yang telah dibuang dalam keranjang sampah , misalnya Teori Manikul Weber,Teori Eter.... karena dipandang tak bermanfaat bagi manusia yang saat ini terbelenggu oleh materialisme sehingga "menganggap" Alam Semesta sebagai sekedar Sub Alam Fisika yang harus dapat terakses oleh pancaindra tanpa atau dengan bantuan peralatan fisika hasil pemikiran manusia.
Penggagas Teori Minimalis dan turunannya menyadari bahwa saat ini manusia lebih mempercayai sumber sebuah informasi dari pada manfaat suatu informasi.
Paradigma transaksi informasi: Pemberi informasi seyogyanya berusaha meyakinkan yang akan menerima informasi, namun bukan dengan iming-ingin/hadiah atau memaksakan kehendaknya, agar informasi nya laku jual, sehingga memberi manfaat/keuntungan bagi dirinya, bukan bagi yang menerima infosmasi. Yang menerima informasi harus jeli, dapat membedakan antara yang dibutuhkan dengan yang tak dibutuhkan. Azas manfaat lebih penting dari pembuktian yang membutuhkan waktu, sehingga si penerima informasi sebaiknya mempertajam intuisinya, disamping rationya.
Belakangan ada usaha untuk meruntuhkan Teori Evolusi Darwin karena dianggap "mencederai" martabat manusia karena bertentangan dengan iman yang sanggup memuliakan martabat manusia.
ReplyDeleteMenurut penggagas TM, Ibnusomowiyono Notoatmojo, tak ada manfaatnya meruntuhkan sebuah teori yang masih dibutuhkan oleh ilmu pengetahusm, akan lebih baik mengkritisinya agar lebih bermanfaat.
Sebuah teori akan ditinggalkan jika tak sesuai dengan kebutuhan, oleh karenanya agar tetap exist sebuah teori harus selalu diupayakan sanggup "memenuhi" kebutuhan manusia.
Agama merupakan pintu gerbang memasuki Sub Alam Gaib yang sanggup mengakses Alam Abadi yang tak berdimensi, dan menjanjikan kebahagiaan abadi bagi yang mematuhi perintah Tuhan Yang Maha Kuasa dan menjauhi larangan Nya dan memberikan sangsi siksaat berkepanjangan bagi yang ingkar.
ReplyDeleteIlmu pengetahuan yang rasional sanggup menyediakan kenikmatan duniawi yang bersifat sesaat, tanpa peduli apa yang dialami setelah mati, sebab hidup dianggap sekedar proses bio bimia.
Fikiran yang memanfaatkan energi metafisika (E=y) ,memang merupakan pintu gerbang menuju ke Sub Alam Fisika sehingga manusia dapat memperoleh kenikmatan duniawi sesaat.
Belum ada teori yang menyatakan bahwa diantara Sub Alam Fisika, terdapat Sub Alam Transien yang jauh lebih menjanjikan ketimbang Sub Alam Fisika, hal ini dapat dijelaskan oleh TM dan turunannya dengan FSM dan FSW dan divisualisasikan dengan Peta Energi dan Non energi Minimalis.
Di Sub A;lam Transien Tuhan YME memberikan kesempatan untuk memilih, akan memasuki ke Sub Alam Gaib menuju ke Alam Abadi, memasuki Sub Alam Fisika, atau melakukan proses siklus hidup dan mati, kemudian baru memasuki Alam Abadi
Dua Fenomena Sub Alam Transien adalah a. informasi yang merupakan bagian dari macrocosmos dan b.spirit yang merupakan bagian dari microcosmoa.
TM bukannya agama yang memanfaatkan dogma dan iman sebagai "pengatur kehidupan manusia" lewat Moralitas Agung (MoA), TM juga bukan ilmu pengetahuan materialistik yang menganggap hidup sekedar proses bio kimia dan tak mengakui keberadaan soul maupun spirit sehingga beranggapan manusia harus diatur oleh Moralitas Tertib Hukum (MoTH) buatan manusia
TM sekedar informasi tentang adanya kehidupan yang tak pernah diungkap oleh teori lainnya, yaitu Sub Alam Transien dengan fenomena informasi yang ilmiah dan spirit yang dianggap tak ilmiah, namun sesuai dengan Spiritual Ilmiah yang sedang berkembang saat ini.
Peta Energi dan Non energi Alam Semesta dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan koordinat/ letak energi dan non energi Alam Semesta.
ReplyDeletea. Spychominimalis berusaha menjelaskan/menganalisa kebenaran TM dan turunannya justru datang sesudah TM,
ReplyDeleteb. Ilmu pengetahuan datang setelah filsafat ilmu pengethuan karena bersumber dari filsafat ilmu pengetahuan
c. agama dan keyakinan datang setelah spiritual religious yang bersumber keseimbangan fikira dan dogma.
d. Spiritual Ilmiah merupakan penggabungan antara ilmu pengetahuan materialistik (MS) dan spiritual but non religious (SBNR) datang setelah RS dan MS. SS berdasar filsafat ilmu pengetahuan (akal) dan spiritualisme (dogma).
e. TM dapat dibuktikan kebenarannya dengan spychominimalis (filsafat akal budi).